"Jadi sebenarnya, angka kematian di Jatim dalam beberapa hari terakhir mulai menurun. Kalau secara kumulatif masih 7 persen lebih. Salah satu yang kita evaluasi, bahwa angka kematian ini belum auto rilis seperti penambahan kasus atau angka kesembuhan," ujar dr Joni Wahyuhadi, Ketua Satgas COVID-19 Jatim kepada detikcom, Rabu (1/9/2021).
Joni menjelaskan, banyak indikator yang menyebabkan angka kematian di Jatim masih tinggi. Di antaranya belum disepakati definisi kematian COVID-19.
"Jadi yang dicatat, kematian karena COVID-19, juga kematian pasien dengan komorbid tertentu namun dalam screening-nya dinyatakan positif. Banyak hal yang mempengaruhi kematian macem-macem. Tapi yang jelas angka kematian itu harus didefinisikan secara komprehensif dan yang pas, agar bisa dibedakan dengan penyakit lain yang ditunggangi (COVID-19)," bebernya.
Joni membantah, tenaga kesehatan tidak paham terkait definisi angka kematian COVID-19. Satgas COVID-19 Jatim sudah mengusulkan ke pusat, untuk kesepakatan laporan kematian. Selain itu, pihaknya juga mengusulkan dilakukan audit ke seluruh daerah di Jatim terkait angka kematian.
Dirut RSU dr Soetomo ini menambahkan, tingginya angka kematian COVID-19 di Jatim menjadi perhatian, bahwa virus tersebut berbahaya dan dapat memperburuk komorbid seseorang.
Baca juga: Akhirnya Surabaya Jadi Zona Kuning |
"Semua pasien yang terpapar COVID-19 harus mendapatkan penanganan yang baik. Jangan ada laporan lagi pasien sampai telat datang ke rumah sakit, hingga kondisinya sudah buruk di IGD. Apalagi ada komorbid yang membuat semakin berat," ujarnya.
"Sekarang yang isoman, tolong bisa ke ruang isolasi terpusat, agar bisa terpantau dengan baik, ada nakes yang mendampingi. Supaya apa, agar tidak fatal di kemudian hari, kalau isoman dan tidak terpantau," pungkasnya.