Kisah Kebokicak Atasi Wabah Penyakit di Zaman Majapahit

Kisah Kebokicak Atasi Wabah Penyakit di Zaman Majapahit

Enggran Eko Budianto - detikNews
Minggu, 29 Agu 2021 10:59 WIB
Pemerhati Sejarah Jombang Dian Sukarno mengatakan, Kebokicak dipercaya sebagai cucu dari Ki Ageng Buwono yang mendirikan padepokan di Kedung Bungkil, Megaluh, Jombang. Ki Ageng Buwono merupakan kakak seperguruan Ki Ageng Pranggang yang mendirikan padepokan di Karangkejambon, atau Desa Dapurkejambon, Kecamatan Jombang.
Pemerhati Sejarah Jombang Dian Sukarno/Foto: Enggran Eko Budianto/detikcom
Jombang -

Wabah penyakit dipercaya pernah terjadi pada zaman Majapahit akhir. Wabah yang biasa disebut pagebluk oleh orang Jawa, berakhir atas jasa Kebokicak asal Jombang.

Pemerhati Sejarah Jombang Dian Sukarno meyakini, Kebokicak putra dari pasangan Patih Maudoro dan Wandan Manguri. Maudoro menjadi patih pada masa Raja Brawijaya V atau Prabu Natha Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.

Brawijaya V berkuasa pada 1474-1498 masehi. Sedangkan ibu Kebokicak adalah putri Ki Ageng Buwono yang mempunyai padepokan di Kedung Bungkil, Megaluh, Jombang.

Ki Ageng Buwono merupakan kakak seperguruan Ki Ageng Pranggang yang mendirikan padepokan di Karangkejambon yang kini menjadi Desa Dapurkejambon, Kecamatan Jombang. Kuburan Ki Ageng Pranggang dan Wadan Manguri masih terawat sampai saat ini di desa tersebut. Bahkan, keturunan kesembilan Kebokicak masih ada hingga kini.

"Ki Ageng Pranggang punya putri namanya Padmi artinya bunga. Padmi dinikahi Tumenggung Surono dari Sedayu, Gresik. Mereka mempunyai anak Joko Sendang. Karena anak Tumenggung, namanya diganti Surontanu yang artinya anak pemberani," kata Dian kepada wartawan, Minggu (29/8/2021).

Sejak kecil, lanjut Dian, Kebokicak dan Surontanu sudah dititipkan orang tua mereka ke Ki Ageng Sumoyono. Menginjak dewasa, mereka menjadi orang sakti.

Nama Kebokicak merupakan julukan dari kakeknya, Ki Ageng Buwono karena wataknya yang keras seperti kerbau (kebo dalam Bahasa Jawa). Ia lahir dengan nama Joko Tulus.

"Kala itu terjadi wabah atau pagebluk di Majapahit. Banyak yang terkena penyakit kulit," terangnya.

Wabah tersebut membuat Ki Ageng Sumoyono prihatin. Ia lantas menugaskan muridnya Surontanu untuk berburu binatang berwarna putih sempurna di Hutan Panasan Ngogri di Megaluh, Jombang. Sang guru yakin pagebluk bisa berakhir setelah diberi tumbal binatang tersebut.

Tonton juga Video: Warga Tulungagung Temukan Sumur Kuno Diduga Era Majapahit

[Gambas:Video 20detik]



Bukannya mendapatkan binatang yang diinginkan gurunya, Surontanu justru membawa pulang seekor banteng yang dirasuki siluman buaya Lirih Boyo dan Bantang Boyo. Kedua siluman itu kukuh ingin mendekati Wandan Manguri, ibu Kebokicak. Mengetahui niat jahat itu, Ki Ageng Sumoyono pun meminta Surontanu menyembelih si banteng.

"Surontanu membela banteng itu sampai rela pergi bersama banteng. Ki Ageng Sumoyono menyuruh Kebokicak menyusul Surontanu ke arah utara," ujar Dian.

Aksi Kebokicak mengejar Surontanu, kata Dian, berlangsung sengit. Betapa tidak, saudara seperguruan itu sama-sama mempunyai kesaktian. Pertarungan dua orang sakti pun tak terelakkan.

"Surontanu dan bantengnya akhirnya bisa dikejar Kebokicak. Banteng masuk ke Sungai Brantas, dua siluman buaya keluar dari banteng. Sedangkan Surontanu dan Kebokicak musnah, setelahnya pagebluk hilang," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.