Khofifah bercerita, saat mengklarifikasi daerah yang tracing-nya nol, Khofifah menemukan ada kendala, khususnya nakes atau petugas tracing yang kesulitan input data tracing di aplikasi Silacak, sebuah aplikasi untuk penguatan tracing.
"Saya tanya wali kotanya, betul nih tracing-nya nol? Beliau bilang mboten Bunda dan seterusnya. Saya bilang cobalah dicek, saya turun, saya ketemu bidan desa di beberapa kabupaten kota yang berbeda. Kemarin pun saya cek bersama Forkopimda Jatim, saya tunjukkan format yang harus diisi dalam aplikasi Silacak, kalau sekarang yang diturunkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas, pangapunten ini memang bukan bidangnya, kalau membukakan pintu untuk tracing-nya, iya," kata Khofifah dalam acara rekomendasi Guru Besar FK Unair untuk percepatan penanganan COVID-19, disiarkan ulang di YouTube, Jumat (30/7/2021).
Khofifah kemudian meminta izin kepada pihak Unair, untuk mendapat support mahasiswa guna membantu mengisi form tracing.
"Tracer harus diikuti swaber. Setelah tracing lalu testing. Kalau tidak di-input di Silacak maka dianggap tidak tracing. Apakah dimungkinkan kami mendapatkan support dari mahasiswa tidak hanya FK (Fakultas Kedokteran) karena itu relatif simpel bagi orang yang digital friendly," ujar Khofifah.
"Jadi meng-input data, riwayat seseorang, kalau pada aplikasi itu, yang ditugaskan pemerintah secara nasional untuk mengisi itu, gak nutut mereka, karena tugasnya banyak sambil men-tracing, sambil isi," imbuh Khofifah.
Secara umum, Khofifah mengatakan, rata-rata daerah di Jatim memiliki rasio tracing sekitar 1:3 hingga 1:8. Padahal, menurut WHO idealnya tiap satu pasien positif COVID-19 maka pelacakan harus dilakukan kepada 15 kontak erat, atau 1:15.
"Tracing di Jatim ini kategori sangat kecil, sangat rendah, kalau 1 pasien menurut WHO harus 15 (1:15)di-tracing, kami ini ada satu daerah yang nol," lanjutnya.
Sementara Menkes Budi Gunadi Sadikin meminta bantuan Unair untuk menumbuhkan disiplin testing dan tracing di masyarakat. Budi memberi masukan misalnya ada sejumlah kota yang dijadikan percontohan.
"Kalau misalnya Unair bisa membantu tolong kita bangun disiplin testing, tracing dan isolasi yang baik. Kita bisa tidak kita coba di beberapa kota untuk menunjukkan kalau ini sukses, ini akan membuat kota tersebut bisa pulih lebih cepat dibandingkan yang lain selain vaksinasi," ujar Budi.
"Karena setelah saya bicara dengan banyak Menteri Kesehatan sebelumnya vaksinasi baik tapi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi pandemi. Tetap kita harus kuat di testing, lacak dan isolasi dan kita mesti kuat di protokol kesehatan dan strategi perawatan. Empat pilar harus dijalankan berbarengan," tambahnya.
Budi mengaku percaya jika Unair memiliki tenaga hingga teknologi yang mumpuni untuk mewujudkan hal ini. "Saya membutuhkan bantuan dari teman-teman Unair untuk bisa membantu bagaimana proses testing, melacak, isolasi," terangnya.
"Ini merupakan pilar yang sangat penting mulai dari proses pelacakannya kemudian kapasitas testing-nya, pelaporan dari testing-nya, follow up jika ada yang positif. Saya percaya Unair yang memiliki Fakultas kedokteran dan fakultas kesehatan masyarakat bisa berkontribusi banyak, jadi bukan hanya secara teori atau riset, tapi secara konkrit dan praktikal," pungkas Budi. (hil/sun)