Peristiwa itu menimpa Supadi, warga Desa Siki, Dongko, Trenggalek pada akhir Juni lalu. Menurut Marni, istri Supadi, kejadian itu bermula saat suaminya mengeluh sakit pada bagian pinggang.
"Kemudian hari Minggu sekitar jam 5 dibawa ke puskesmas. Terus Senin Jam 9 diperiksa. (Suami tanya) saya sakit apa dok? lambung. La obate itu amoxilin sama promag," kata Marni, Kamis (29/7/2021).
Pihak Puskesmas Dongko kemudian menginformasikan jika Supadi akan dilakukan pemeriksaan swab antigen guna mendeteksi ada tidaknya paparan COVID-19.
![]() |
"Suami saya mau di-swab, asalkan dengan perjanjian jika mau di-swab maka (perawatan) tidak bayar, tapi kalau tidak mau harus bayar. karena KIS-nya (Kartu Indonesia Sehat) kan nggak berlaku," ujar Marni.
Dari pemeriksaan itulah diketahui jika Supadi positif swab antigen. Mendengar kabar itu, Supadi marah dan pulang ke rumah secara paksa.
Sementara itu, Marni harus menyelesaikan administrasi di Puskesmas Dongko. Marni mengatakan saat konfirmasi ke bagian kasir, ternyata selama sehari melakukan pengobatan di puskesmas, Supadi harus membayar Rp 1,3 juta. Dengan rincian untuk penanganan IGD, perawatan, dan swab antigen.
"Iya suruh bayar, katanya KIS-nya enggak berlaku, terus saya tanya ke kasir katanya habisnya 1,3 juta. Ya Allah mbak kok banyak banget, wong satu malam," keluh Marni saat itu.
Pascasatu bulan berlalu, kasus tersebut akhirnya mencuat dan ramai di media. Bahkan sempat muncul spekulasi jika Supadi harus membayar Rp 1,3 juta sebagai denda karena memilih isolasi mandiri.
Perkara ini pun sampai di telinga Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin. Arifin turun langsung melakukan klarifikasi terkait kejadian tersebut.
Arifin memastikan tindakan Puskesmas Dongko menarik biaya perawatan adalah hal yang salah, sebab pasien COVID-19 seharusnya ditanggung oleh pemerintah.
"Kalau masyarakat itu mengajukan (antigen) pribadi dengan alasan untuk perjalanan dan segala macam, silakan dikenakan biaya sesuai tarif. Sedangkan ini kan mereka datang kondisinya sakit, terus kita yang melakukan screening seharusnya ditanggung oleh pemerintah," terang Arifin.
Simak video 'Perbandingan Paru-paru Pasien COVID-19 yang Divaksin dan Belum':
(iwd/iwd)