"Terkait terbatasnya nakes, kemarin kami sudah rekrut 12 perawat dan 2 dokter. Nakes kami tambah, tapi banyak yang tumbang (terinfeksi COVID-19). Jadi, tidak begitu berdampak," tandas Mas'ulah.
Diberitakan sebelumnya, Wahyu Syafiatin alias Titin (32) kesulitan mendapatkan tempat perawatan di rumah sakit pada Kamis (22/7) mulai pukul 01.00 sampai 06.30 WIB. Dalam kondisi kritis selama 5 jam lebih, ia dibawa keliling menggunakan mobil pribadi maupun ambulans untuk mencari rumah sakit.
Saat itu, ibu dua anak asal Desa Warugunung, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto ini mengalami sesak napas dengan saturasi oksigen hanya 25-40 persen. Meski begitu, 5 rumah sakit tega menolak untuk merawatnya dengan berbagai alasan. Yakni RS Dian Husada, RSI Sakinah, RS Kartini, RS Mawaddah Medika, serta RSUD Prof dr Soekandar.
Tiga di antaranya merupakan rumah sakit rujukan untuk pasien COVID-19. Yakni RSI Sakinah yang sempat menolak pasien karena IGD sudah penuh. RS Mawaddah Medika menolak pasien karena stok oksigen menipis.
Sedangkan RSUD Prof dr Soekandar menolak Titin karena terbatasnya nakes. Saat itu, pintu masuk ke IGD rumah sakit milik Pemkab Mojokerto ini ditutup portal. Sehingga kendaraan yang membawa pasien tidak bisa masuk.
Pagi itu sekitar pukul 06.30 WIB, Titin akhirnya diterima di IGD RSI Sakinah, Jalan RA Basuni, Sooko, Kabupaten Mojokerto. Itu pun setelah kerabatnya, Edwin Riki (32) memohon manajemen rumah sakit tersebut sambil menyampaikan kondisi Titin yang sudah kritis. Hasil tes swab antigen maupun PCR menunjukkan Titin positif COVID-19.
Saat dirawat di IGD RSI Sakinah, saturasi oksigen Titin sempat naik ke angka 80 persen. Namun, napasnya tetap saja berat. Selain terinfeksi COVID-19, ibu muda itu juga mempunyai riwayat sakit asma. Kondisinya tak kunjung membaik saat dipindahkan ke ruangan isolasi. Ia akhirnya meninggal dunia pada Jumat (23/7) sekitar pukul 20.30 WIB.
(fat/fat)