Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak 1,5 tahun lalu memaksanya berjibaku. Awalnya sekadar bertahan. Namun kini produknya cukup diperhitungkan. Banyak pembeli melirik produk buatan warga Arjowinangun tersebut.
"Awalnya hanya (memproduksi) 4 jenis saja. Itu sekitar bulan Oktober 2016," kenang Dwi tentang masa permulaan dirinya mengawali bisnis, Kamis (15/7/2021) siang.
Saat memulai usaha, lanjut Dwi, dirinya tak berpikir rumit. Tujuannya kala itu semata-mata ingin menaikkan nilai jual komoditas jahe yang tengah anjlok. Keputusan jatuh pada pengolahan jahe menjadi produk instan.
Ternyata, produk jamu siap saji yang dibuat bersama kakaknya laris manis di pasaran. Permintaan pun tak mengenal kata berhenti. Akhirnya perusahaan berlabel 'Sumber Arta' itu menciptakan varian baru dalam bentuk minuman.
"Sekarang produk kami ada 15 varian. Macam-macam ya, ada yang original, gula aren, dan sebagainya," tambahnya.
Diakui Dwi, selama pandemi permintaan pasar terhadap produk jamu buatan Dwi naik signifikan. Bahkan menurutnya kenaikan itu mencapai 90 persen dibanding hari biasa. Dia pun menyebut beberapa produk favorit pembeli.
Bagi pengusaha seperti Dwi, PPKM Darurat yang diberlakukan saat ini mengandung dua konsekuensi. Pertama, penjualan ke luar daerah tentu saja berkurang akibat pembatasan moda transportasi.
Hanya saja, sejalan pengetatan di sejumlah sektor dirinya justru terpacu untuk berinovasi. Dari situlah kemudian muncul beragam varian produk baru. Tentu saja, ada pertimbangan permintaan pasar pula.
"Penjualan ke luar daerah hanya sedikit, mengandalkan online. Dampak positifnya Kita harus berinovasi agar terus eksis dan tidak terpuruk saat PPKM Darurat ini," tandasnya.
![]() |
Hingga saat ini perusahaan keluarga tersebut dapat memproduksi 50 botol minuman jamu tradisional, masing-masing berkapasitas 250 ml. Sedangkan untuk jenis instan, bahan baku yang dihabiskan rata-rata 1 kwintal jahe.
Produk bikinan Dwi juga diklaim tanpa pemanis buatan juga tanpa pengawet. Untuk produk cair dapat bertahan 3 hari pada suhu ruangan. Sedangkan jika disimpan di lemari es dapat bertahan sampai 8 hari.
Pola pemasarannya pun relatif sederhana. Untuk distribusi ke toko-toko, Dwi mengandalkan tenaga kurir. Di sisi lain dia juga memanfaatkan aplikasi perpesanan Whatsapp untuk menerima order dari pembeli.
"Kebetulan saya ada tempat usaha laundry di daerah Slagi. Sekalian saya pakai untuk etalase produk-produk saya," pungkas wanita berjilbab itu.