"Sesuai aturan bisa saja (Kiai S dikebiri kimia). Apalagi anak-anak dilindungi Undang-undang Perlindungan Anak. Namun, saat undang-undang kebiri keluar, ternyata banyak pertimbangan lagi. Karena akibat dikebiri luar biasa. Jangan sampai akibat kebiri, pelaku menjadi seperti mayat hidup," jelasnya.
Tri berpendapat pasal yang disangkakan polisi terhadap Kiai S sudah bisa memberi efek jera. Yaitu Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) dan (2) dan Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat (2) dan (3) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Hukuman terhadap tersangka bisa ditambah sepertiga dari 15 tahun penjara. Karena tersangka tergolong pendidik para korban.
"Kenapa ada unsur pemberatannya? Karena dia pendidik. Di dalam hukum pidana, masuk di UU Perlindungan Anak ada pemberatan apabila pelaku seharusnya pelindung korban. Misalnya gurunya, ortunya, kakaknya dan lainnya. Pidana ditambah lima tahun sehingga bisa jadi 20 tahun. Menurut saya itu sudah tepat," tambahnya.
Lembaga Pendampingan dan Perlindungan Anak (LP2A) Jombang juga menyebut, Kiai S dua kali mengirimi korban video porno. Seperti yang dirilis Polres Jombang, Kiai S menyetubuhi dan mencabuli 6 santriwatinya pada 2019-2020. Hanya satu santriwati yang mengaku tiga kali disetubuhi tersangka. Yaitu gadis berusia 17 tahun asal Kecamatan Ngoro, Jombang.
Untuk melancarkan aksinya, Kiai S mencekoki korban dengan doktrin yang menyimpang agar santriwati tersebut bersedia disetubuhi. Tidak hanya itu, Kiai S ternyata juga merayu dengan dua kali mengirimkan video porno kepada korban melalui WhatsApp.
"Ini pengakuan korban. Dia dua kali dapat kiriman video porno lewat WA. Kemudian kiai ini bilang, 'aku ingin seperti itu (bersetubuh seperti di video porno) dan itu tidak apa-apa'. Jadi, kiai itu ingin membangkitkan rasa itu pada diri korban. Di samping itu, dia meyakinkan korban hal seperti itu tidak apa-apa dilakukan. Sehingga anak-anak menerima itu dengan perasaan takut, khawatir, tidak mau dikatakan santri yang tidak taat," kata Sholahuddin.
Ia menjelaskan, LP2A bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2T-P2A) Kabupaten Jombang, untuk mendampingi para santriwati yang menjadi korban perbuatan asusila Kiai S. Baik untuk pendampingan hukum maupun pemulihan psikis para korban. Sehingga banyak keterangan yang dia peroleh dari para korban.
"Kami sudah beberapa kali bertemu korban. Saat pelaporan, kemudian saat dimintai keterangan tambahan kami dampingi. Kami tidak sendiri, kami termasuk di P2T-P2A. Kami lakukan penanganan bersama-sama. Advokasi kalau dilakukan sendiri tidak maksimal," terang Sholahuddin.
Ternyata, ponpes yang dipimpin Kiai S tidak punya izin operasional. Akibatnya, selama 10 tahun terakhir tidak ada pembinaan dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Jombang.
"Kami cek ke lapangan, ternyata di data kami belum mengajukan izin operasional. Sehingga kami tidak bisa melakukan pembinaan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kasi Pondok Pesantren Kantor Kemenag Kabupaten Jombang Arif Hidayatullah kepada wartawan di kantornya, Jalan Pattimura, Kamis (18/2/2021).