Proses pemulasaraan jenazah pasien COVID-19 membutuhkan waktu 1,5 hingga 2 jam. Sebab, proses pemulasaraan jenazah pasien COVID-19 berbeda dengan jenazah biasa.
Pemkot Surabaya membuat peti mati sendiri untuk warganya yang meninggal. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, pembuatan peti mati itu sebagai upaya Pemkot untuk mengantisipasi antrean jenazah untuk dimakamkan.
"Saya dapat laporan ada warga meninggal dunia yang harus mengantre 20 jam untuk dimakamkan sesuai protokol COVID-19. Aku sedih. Sudah seda (meninggal) tapi juga harus mengantre," kata Eri di balai kota, Jumat (2/7/2021).
Jenazah pasien COVID-19 harus mengantre sebelum dimakamkan karena keterbatasan petugas pemulasaraan dan juga peti mati. Untuk itu, Pemkot memfasilitasi peti mati dengan membuat sendiri.
Peti mati itu juga langsung dikirimkan ke TPU Keputih Surabaya. Di sana juga disediakan petugas pemulasaraan yang bertugas memandikan jenazah.
"Sehingga nanti ada yang dikirim untuk pemulasaraan di TPU Keputih, terus kita mandikan dan masukkan ke peti lalu kita makamkan," jelasnya.
Pasien COVID-19 yang meninggal dunia, lanjut Eri, mencapai puluhan setiap hari. Seperti pada Senin (28/6), pasien COVID-19 yang meninggal dunia mencapai 40 orang.
"Tapi saya berharap tidak ada yang terpakai nanti, tambah kurang, tambah kurang (yang meninggal dunia)," ujarnya.
Sementara Kabid Bangunan Gedung Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKPCKTR) Surabaya Iman Krestian mengatakan, per hari ada 50 hingga 100 peti yang dibuat. Bahan yang digunakan adalah multiplek dan diberikan gratis kepada warga Surabaya.
"Diminta 50-100 peti mati dalam sehari. Kita upayakan 100 peti. 40 personel yang mengerjakan. Bahannya multiplek, biayanya material Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu. Ukurannya sesuai standar panjang 2,5 m, lebar 40-43 cm, tinggi 50 cm. Diberikan gratis ke warga Surabaya," pungkas Iman. (sun/bdh)