Reklame tersebut sama sekali tidak terkait dengan kampanye pemilihan apapun. Namun itu merupakan cara pemilik hajatan pernikahan untuk mengundang masyarakat untuk hadir ke rumahnya.
Kepala Desa Karangturi, Kecamatan Munjungan, Puryono, mengatakan pemasangan reklame di pinggir-pinggir jalan itu sudah menjadi tradisi di wilayahnya sejak puluhan tahun silam.
"Dulu sebelum ada digital printing seperti sekarang, warga biasanya membuat reklame di kertas kemudian difotokopi dam ditempel di berbagai lokasi," kata Puryono, Minggu (30/5/2021).
Dijelaskan Puryono, pemasangan reklame berbentuk 'banner' itu biasanya terpasang foto pemilik hajatan, tanggal hajatan, serta hiburan yang akan disiapkan. Sementara pasangan pengantin yang akan dikawinkan justru jarang terpampang.
![]() |
"Rata-rata fotonya orang tua pengantin, karena kan yang diundang adalah kolega dari orang tuanya. Ya ada beberapa yang memasang foto pengantin, tapi nggak ada 10 persen," ujarnya.
Cara mengabarkan kegiatan pesta pernikahan di Kecamatan Munjungan, tidak hanya dengan memasang tanda gambar di pinggir jalan, namun juga dilakukan dengan cara lain, mulai dari mengedarkan surat undangan, hingga beriklan di media radio.
"Iya, sampai diiklankan di radio juga," jelas Puryono.
Lantas kenapa demikian? Puryono menjelaskan, tradisi buwuh atau becekan di wilayahnya seperti sudah seperti arisan. Jika seseorang pernah memiliki hajat dan mendapat uang sumbangan dari para tamu, maka ia memiliki kewajiban untuk mengembalikannya saat pemberi sumbangan memiliki hajatan.
Kades Karangturi ini mengaku saat warga ada yang memiliki acara pernikahan, warga lain yang mendengar akan datang untuk buwuh, meskipun tidak mendapatkan surat undangan secara pribadi.
"Mendengar saja, orang akan datang, makanya cara reklame di jalan menjadi salah satu cara yang dinilai efektif. Ini karena rasa gotong-royong dan solidaritas di wilayah Kecamatan Munjungan cukup tinggi," jelasnya.
"Untuk bulan-bulan ini ada lebih dari 300 hajatan yang digelar di seluruh Kecamatan Munjungan," kata Puryono.
Sementara itu, saking banyaknya reklame hajatan yang dipasang, membuat Satpol PP Trenggalek turun tangan. Petugas terpaksa menertibkan reklame-reklame tersebut karena dikhawatirkan akan mengundang keramaian di lokasi hajatan dan rawan terjadi penyebaran COVID-19.
"Ada sekitar 500 reklame yang sudah kami tertibkan," kata Kasatpol PP Trenggalek, Triadi Atmono.
Menurut Triadi, sesuai dengan aturan, kegiatan hajatan pernikahan diperbolehkan digelar namun dengan menerapkan protokol kesehatan dan membatasi jumlah tamu yang hadir.
"Sebelum kami lakukan penertiban beberapa waktu lalu, pihak kecamatan sudah mengumpulkan para kepala desa, supaya sosialisasi ke warga agar tidak menimbulkan kerumuman di saat pandemi ini," jelasnya.