"Jadi kemarin, kami bersama Komnas Perlindungan Anak mendampingi orang-orang yang merasa menjadi korban kekerasan seksual untuk melapor ke Polda Jawa Timur," ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu MD Furqon saat dikonfirmasi detikcom, Minggu (30/5/2021).
Furqon mengatakan dia sebelumnya belum mengetahui adanya dugaan kasus kekerasan seksual tersebut. Awal mula, Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Batu mengabarkan adanya langkah hukum terkait kasus tersebut.
"Kami kemudian berangkat ke Polda Jawa Timur dan bertemu Ketua Komnas Perlindungan Anak, Pak Merdeka Sirait dan juga orang yang merasa jadi korban. Ada tiga orang perwakilan kemarin yang datang serta di-BAP oleh polisi," beber Furqon.
Dari situlah kemudian DP3AP2KB Kota Batu mendapatkan sepenggal informasi terkait adanya dugaan kejahatan luar biasa yang dialami belasan pelajar.
"Dari keterangannya, bentuk dugaan tindak pidana yang dialami meliputi kekerasan fisik, verbal, kekerasan seksual sampai eksplotasi ekonomi yang dilakukan oleh terduga pelaku. Para korban juga membawa bukti, seperti foto bekas tamparan," tegas Furkon.
Furqon menambahkan dalam laporan kemarin ada tiga orang datang melaporkan kasus tersebut. Mereka mewakili 15 orang yang mengaku menjadi korban pelecehan anak di Batu.
"Kemarin ada tiga orang yang mewakili, jumlah orang merasa jadi korban disampaikan sampai 15 orang. Semua berasal dari berbagai daerah di Indonesia," imbuhnya.
Rencananya, korban dugaan kekerasan seksual akan menjalani visum di RS Bhayangkara, Kota Surabaya. Setelah mereka memberikan keterangan pasca melayangkan laporan resmi ke Polda Jawa Timur.
"Senin ada agenda visum di RS Bhayangkara," tandas Furqon.
Menurut Furqon, pihaknya wajib hadir untuk mendampingi serta mengawal langkah hukum yang diambil korban. Karena lokasi dugaan kasus terjadi berada di wilayah Kota Batu.
"Kami hadir memberikan dukungan, meskipun tetap menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah. Kalau untuk lembaga pendidikan wewenang Pemprov Jatim, karena setingkat SMA," tegasnya.
Saat melapor ke Polda Jatim, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan bentuk kekerasan seksual yang dilakukan kepada korban meliputi kekerasan fisik, kekerasan verbal lainnya, hingga eksploitasi ekonomi dengan mempekerjakan anak. Perlakuan tak terpuji itu dilakukan sejak 2009, 2011 dan terbaru pada akhir 2020.
"Laporan terkonfirmasi selain kejahatan seksual yang berulang-ulang korbannya adalah sejak SMA di sana, tapi juga kejahatan fisik memukul, menendang, memaki termasuk kekerasan verbal termasuk kekerasan yang sifatnya ekonomi. Mereka dibungkus untuk sekolah, tapi ternyata mereka dipekerjakan melebihi jam kerja dan menghasilkan uang yang banyak, tapi mereka tidak dapat imbalan yang layak," jelasnya. (iwd/iwd)