"Alhamdulillah, teror oleh debt collector sudah berkurang. Jika dibandingkan sebelumnya," kata kuasa hukum S, Slamet Yuono kepada detikcom, Kamis (20/5/2021).
Slamet bersyukur dengan berkurangnya teror penagihan. Itu memberi kesempatan S untuk melunasi pinjaman online (Pinjol). Jika terus mendapat tekanan atau intimidasi, maka sangat berdampak buruk terhadap psikologis korban.
"Teror dan intimidasi membuat korban trauma. Padahal, tidak memiliki niat untuk tidak membayar pinjaman," terang Slamet.
Slamet menduga, berkurangnya teror dan intimidasi tak lain karena kasus S, telah menjadi perhatian banyak pihak. Sehingga pola-pola penagihan tidak manusiawi itu bisa terhindarkan.
"Mungkin karena sudah menjadi perhatian banyak pihak. Maka teror itu hanya sekali atau dua kali dalam satu minggu. Bila sebelumnya tiap hari bertubi-tubi," katanya.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Malang mulai mendata jumlah pinjaman mantan guru TK yang terlilit pinjaman online. Hanya jumlah pinjaman pokok saja yang dihitung. Rencananya, pembayaran untuk semua aplikasi pinjol.
Setelah dihitung, jumlah pinjaman pokok S sebesar Rp 26 juta, dari 23 aplikasi pinjol tempat meminjam uang. Hari ini, S juga melaporkan intimidasi serta teror oleh debt collector ke Polresta Malang Kota.
Sebelumnya, warga Malang, berinisial S, diteror 24 debt collector hingga nyaris bunuh diri. Tak hanya nyaris bunuh diri, ibu dua anak ini juga dipecat dari tempatnya mengajar, kehilangan pekerjaan sebagai guru TK dan kehilangan teman.
Setelah 13 tahun mengabdi sebagai guru TK di Malang, S harus menjadi sarjana. Syarat itu diwajibkan oleh pihak sekolah taman kanak-kanak tempat Melati mengajar. Dengan menyandang gelar S1, S bisa menjadi guru kelas, bukan lagi sebagai guru pendamping. Atas permintaan sekolah, S akhirnya mengambil jenjang S1 di Universitas Terbuka (UT).
Simak juga 'Berkaca dari Kasus Debt Collector, TNI Siap Tumpas Aksi Premanisme':
(fat/fat)