Situs Siti Inggil di Kabupaten Mojokerto menjadi destinasi ritual para pengunjung dari berbagai daerah di Jawa. Karena masyarakat percaya situs purbakala itu menjadi makam pendiri sekaligus raja pertama Majapahit, Raden Wijaya.
Terletak di ujung barat Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Siti Inggil menjadi tempat yang sejuk. Angin berhembus setiap saat dari persawahan di sekitarnya. Rindangnya pepohonan membuat situs purbakala ini senantiasa adem.
Salah satunya pohon kesambi raksasa yang menjadi payung hidup bagi bangunan utama Siti Inggil. Bangunan dengan luas sekitar 15x15 meter persegi itu berpondasi struktur bata kuno peninggalan zaman Kerajaan Majapahit. Tangga di sisi selatan dan timur menjadi akses masuk ke bangunan di atas struktur tersebut.
Bangunan berupa tembok keliling tanpa atap maupun tangga bukanlah peninggalan Majapahit karena dibuat tahun 1968-1970. Terdapat 5 makam di dalamnya. Yakni makam Raden Wijaya, Garwo Padmi Ghayatri, Garwo Selir Dhoro Pethak, Garwo Selir Dhoro Jinggo, serta Abdi Kinarsih Kaki Regel.
"Siti Inggil artinya tanah tinggi. Maknanya tanah yang mulya karena makamnya raja pertama Majapahit," kata Juru Kunci Siti Inggil, Slamet (53) saat berbincang dengan detikcom, Selasa (20/4/2021).
Ia menjelaskan, Siti Inggil ditemukan masyarakat Kedungwulan sekitar tahun 1965. Kala itu, struktur bata kuno peninggalan Majapahit masih terkubur tanah sehingga berupa gundukan yang di atasnya ditumbuhi ilalang.
"Tangga dan bangunan di atas struktur kuno dibangun tahun 1968-1970 oleh Pak Seno atas perintah Jendral Soeharto, Presiden Kedua. Dulu Jendral Soeharto sering ke sini untuk bersemedi," terang Slamet.
Masyarakat meyakini Siti Inggil merupakan makam pendiri Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya bergelar Maharaja Kertarajasa Jayawardahana. Makam di sini bukan tempat mengubur jenazah, tapi tempat menyimpan abu dari jasad manusia.
Tonton juga Video: 3 Kerangka Manusia Ditemukan di Situs Kumitir Mojokerto
Menurut Slamet, saat wafat tahun 1309 masehi, jenazah Raden Wijaya disucikan di Candi Gentong. Selanjutnya, jasad Sang Raja dikremasi di Candi Brahu. Kedua candi tersebut terletak sekitar 1 Km di sebelah utara Siti Inggil.
Sebagian abu raja pertama Majapahit itu disimpan di Siti Inggil. Dia meyakini Siti Inggil merupakan candi tempat sembahyang pada zaman Kerajaan Majapahit. Karena kepercayaan itulah masyarakat membangun makam Raden Wijaya di atas struktur kuno.
"Abu Raden Wijaya sebagian ditaruh di Siti Inggil, separuhnya dilarung ke laut selatan. Di dalam makam-makam ini ada abunya Raden Wijaya, istri dan selirnya," jelasnya.
Oleh sebab itu, lanjut Slamet, Siti Inggil menjadi destinasi ritual para pengunjung dari berbagai daerah di Jawa. Mulai dari Mojokerto sendiri, Jombang, Pasuruan, Blitar, Sidoarjo, Jember, Surabaya, Ngawi, Solo hingga Jakarta.
![]() |
Menurut dia, pengunjung banyak datang pada malam Selasa Kliwon, Jumat Kliwon dan Jumat Legi. Selain bersemedi, mereka juga mengambil air dari sumur tua di Siti Inggil. Air yang dipercaya berkhasiat itu untuk diminum atau mencuci muka.
"Ada orang Islam, Hindu dan Kejawen. Tujuan pengunjung bermacam-macam. Ada yang mencari kesembuhan, ada juga untuk kelancaran bisnis dan pekerjaan," ungkapnya.
Ia menambahkan, Siti Inggil dikelola Pemerintah Desa Bejijong. Pengunjung hanya diminta membayar parkir sepeda motor Rp 3.000, parkir mobil Rp 5.000, serta mengisi kotak amal dan memberi juru kunci seikhlasnya.
"Kalau ingin menginap di sini maksimal tiga hari. Syaratnya menyerahkan KTP asli. Kalau tidak dibatasi, akan banyak orang yang tidur di sini, khususnya para pelarian," tandasnya.