Universitas Airlangga (Unair) Surabaya saat ini tengah melakukan uji coba Vaksin Merah Putih ke hewan besar. Sebelumnya, uji coba dilakukan pada hamster, dan hasilnya dalam kondisi baik-baik saja.
"Hewannya sehat-sehat saja, nggak ada yang berdampak ini itu. Nanti laporan teknisnya akan disampaikan," kata Rektor Unair Prof Mohammad Nasih di Kampus C, Rabu (14/4/2021).
Namun, sebelum melakukan animal trail, sempat terkendala proses pengiriman hewan dari Amerika Serikat (AS).
"Uji hewan masih dalam proses. Kita kemarin juga ada kendala. Pertama mendatangkan hewan dari Amerika ternyata tidak mudah, waktu yang dibutuhkan dua bulan sendiri," imbuhnya.
Dari AS, jelas dia, hewan tidak langsung dikirim ke Indonesia. Melainkan transit terlebih dulu ke Singapura, kemudian tiba Jakarta harus dikarantina.
"Hewannya masih harus dikarantina sendiri. Sehingga bayangan kita dulu tanggal 15 Maret itu bisa mulai. Ternyata harus mundur di 1 April. 1 April hewannya masih di karantina di Kepabeanan Jakarta dan belum bisa dipakai," ujarnya.
Simak juga 'Menkes Budi Nilai Vaksin Merah Putih Agak Terlambat, Tapi...':
Hewan tersebut baru bisa dipakai setelah menyelesaikan persoalan administrasi. Karena hewan harus masuk karantina terlebih dahulu, agar tidak menyebar penyakit yang lain, sebab ini hewan khusus.
"Pada tanggal 9 April kemarin penyuntikan pertama dan kita ikuti secara terus menerus. Mudah-mudahan, kami ingin ini berjalan lancar (Vaksin merah putih) dan kita berharap agak diam-diam dulu sebelum nanti semuanya. Mudah-mudahan 2 bulan untuk hewan semuanya lancar dan mulai uji kliniknya di bulan Juli/Agustus. Kalau itu bisa dilakukan, bagus," jelasnya.
Nasih menjelaskan, alasan mengambil hewan dari AS untuk uji coba vaksin merah putih ini karena di Indonesia belum ada atau transgenik. Makanya diperlukan hewan yang khusus.
"Di Indonesia belum ada yang memproduksi atau membudidayakan itu. Ya, iklim riset di kita masih begini, jadi tidak mudah. Sedangkan di Amerika, China sudah siap sejak awal, infrastruktur dan lain-lain, mereka siapkan. Nanti kita di sini kan belum itu, standartnya harus internasional, harus betul-betul gimana sehingga diakui WHO. Kalau nggak kan ternyata menggunakan tikus got," urainya.
"Ini uji coba ke hewan besar yang mendekati manusia. Uji coba dilakukan kerja sama dengan biotis di Gunung Sindur, Jabar," imbuhnya.