Mutasi Corona Varian Eek Kebal Terhadap Vaksin, Ini Penjelasan Prof Nidom

Mutasi Corona Varian Eek Kebal Terhadap Vaksin, Ini Penjelasan Prof Nidom

Esti Widiyana - detikNews
Selasa, 06 Apr 2021 19:11 WIB
Prof nidom
Foto: Istimewa (Dok Prof Nidom)
Surabaya - Mutasi E484K atau varian Eek sudah ada di Indonesia sejak Februari 2021. Peneliti menyebut, varian Eek ini merupakan mutasi dari B117 dengan tingkat penyebaran yang lebih cepat. Benarkah E484K kebal terhadap vaksin?

"Iya. Jadi virus ini diduga dia akan mempunyai masalah dengan vaksin, karena dia tergolong dengan escape mutan. Yaitu mutasi yang disebabkan betul-betul oleh antibodi dalam diri pasien. Jadi kalau ada kecurigaan dengan vaksin ini harus hati-hati. Karena kesitu arahnya," kata Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Professor Nidom Foundation (PNF), Prof dr Chairul Anwar Nidom saat dihubungi detikcom, Selasa (6/4/2021).

"Mungkin tidak semua vaksin (kebal), tapi harus diselidiki dulu. Vaksin apa yang tepat, jadi misalkan AstraZeneca dan Sinovac itu tidak efektif dengan mutasi B117," imbuhnya.

Nidom menjelaskan, di Indonesia varian mutasi ada bermacam-macam, tanpa ada penelitian terhadap virus. Sehingga orang hanya disuntik vaksin saja.

"Pemerintah hanya mengejar target suntikan, tidak mengejar target efisiensi. Ini yang saya khawatirkan nanti terjadi data palsu," ujarnya.

Untuk kasus varian Eek ini, lanjut Nidom, sebaiknya masyarakat harus memeriksakan titer antibodi setelah vaksinasi untuk menghadapi masalah vaksin. Selama ini masyarakat menilai setelah divaksin maka tubuh akan aman.

"Tidak seperti itu pemikirannya. Karena macem-macem variasi virus. Jadi masyarakat sebaiknya mengetahui hasil antibodi setelah vaksin," katanya.

Adapun tiga hal yang disarankan saat vaksin COVID-19 yakni pertama, apakah vaksin itu menimbulkan antibodi atau tidak, jika tidak, maka alternatifnya harus divaksin lagi. Kedua, apakah di dalam tubuh orang tersebut setelah vaksin menimbulkan titer antibodi yang cukup dan bisa melawan atau mempunyai daya protektif terhadap melawan virus Corona.

"Tapi kelompok ketiga, ketika antibodi tinggi cukup tapi tidak bisa melawan virus COVID-19, berarti harus ganti vaksin. Nggak bisa seperti suntik anak-anak. Suntiknya beda, lawannya beda. Masyarakat, kalau saya boleh mengimbau sebaiknya diuji. Jadi saran yang kita berikan kepada masyarakat setelah vaksin jangan melupakan prokes untuk menghindari virus berdasarkan hak asasi virus. Virus itu tidak dimatikan di dalam tubuh, tapi dibiarkan mati di luar," urainya.

Nidom juga menyarankan untuk dilakukan pengujian titer antibodi dan daya antibodi. Sebab terdapat tiga kemungkinan, pertama terbentuknya titer antibodi dan bisa melawan virus lapangan. Kedua, terbentuk titer antibodi tetapi tidak bisa melawan virus lapangan.

"Nah ini keputusannya harus ganti vaksin. Ketiga bahwa tidak terbentuk antibodi dan tidak bisa melawan virus dan orang kadang-kadang setelah vaksin masih terinfeksi itu harus ganti vaksin atau ulang vaksinnya," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.