Koordinator aksi, Joko Prasetyo dalam orasinya mengatakan Pemkot Blitar harusnya terbuka mengatasi masalah ini dan bisa membedakan antara ranah politik dan profesi pekerjaan warganya.
"Pilkada adalah keputusan politik setiap warga negara. Sementara menjadi banpol ini adalah sebuah profesi. Pemerintah menjamin keputusan politik setiap warga negara. Namun kenapa keputusan politik ini berimbas pada pemutusan kerja banpol karena perbedaan pilihan politik," teriak Joko, Senin (29/3/2021).
Menurut Joko, tenaga outsourcing yang tidak memilih wali kota sekarang yakni Santoso, diberhentikan kontrak kerjanya. Ada sekitar 200 orang dari personil Banpol. Belum lagi dari personil di dinas lingkungan hidup dan tenaga administrasi sekolah.
Selain itu, perwakilan eks tenaga Banpol juga mempertanyakan soal hak-haknya yang sempat dipotong oleh perusahaan penyedia tenaga outsourcing sebelum diberhentikan pada Desember 2021. Gaji terakhir mereka dipotong sebesar Rp 1,2 juta per orang. Mereka juga menanyakan nasib BPJS Ketenagakerjaan yang sampai sekarang belum cair karena masih menunggak dua bulan.
"Ada juga pemotongan gaji terakhir sekitar 1,2 juta. Seharusnya gaji terakhir Rp 1,95 juta, tapi hanya diberikan Rp 700.000," ujarnya.
Puas berorasi, perwakilan peserta aksi diajak berdialog dengan Pemkot Blitar. Tampak yang mewakili adalah Plt Sekda Kota Blitar, Hermansyah Permadi dan Plt Kasatpol PP Kota Blitar, Hadi Maskun.
"Kami berprinsip sesuai kaidah hukum dan aturan yang ada. Dan karena ini menyangkut pihak ketiga, PT sebagai pihak yang merekrut mereka, tentu butuh proses. Yang jelas kami sudah bersurat kepada mereka karena posisinya di Jakarta dan proses ini masih terus kami upayakan sampai sekarang. Yang jelas tidak ada kaitannya dengan politik," jawab Hadi.
(fat/fat)