Asal Mula Mengapa Arca Joko Dolog Jadi Tempat Ritual dan Sembahyang

Urban Legend 2021

Asal Mula Mengapa Arca Joko Dolog Jadi Tempat Ritual dan Sembahyang

Amir Baihaqi - detikNews
Senin, 29 Mar 2021 12:01 WIB
joko dolog
Banyak orang yang melakukan ritual di lokasi Arca Joko Dolog (Foto: Amir Baihaqi)
Surabaya - Arca Joko Dolog sempat hendak dibawa ke Belanda. Namun karena kapal yang akan mengangkutnya mengalami kebocoran, kapal tersebut urung berangkat ke Belanda.

Arca Joko Dolog kemudian ditaruh tepat di belakang Taman Apsari. Kemudian oleh orang-orang arca cukup besar itu dibawa ke lokasi yang sekarang menjadi tempatnya yakni Taman Apsari.

Menurut sang juru kunci, Sugianto, lokasi Taman Apsari dahulu memang dipakai sebagai tempat pemujaan.

"Nah sama orang-orang tua dulu kemudian arca ditaruh di Taman Apsari. Karena dulu di situ dipakai sebagai tempat pemujaan. Sebelum ada Joko Dolog memang sudah dipakai tempat pemujaan," terangnya.

joko dologArca Joko Dolog (Foto: Amir Baihaqi)

Karen dianggap sebagai benda peninggalan sejarah dan budaya, arca Joko Dolog kemudian ditetapkan sebagai benda cagar budaya pada tahun 1996. Hal itu tertuang dalam SK : 188.45/251/402.1.04/1996 Tanggal SK : 26 September 1996 Tingkat SK : Walikota.

Menurut Sugianto, sebagai benda cagar budaya, Joko Dolog selalu ramai didatangi oleh pengunjung. Terlebih pada hari-hari tertentu seperti malam Syuro atau Jumat Legi untuk ritual bahkan sembahyang bagi orang penganut kepercayaan.

"Malam suro, malam Jumat legi ramai. Kadang-kadang hari biasa juga ramai. Tapi gak mesti kok. Yang datang juga macam-macam. Ndak dikhususkan agama tertentu. Tapi keyakinan saja. Jadi orang ke situ itu campuran. Tapi mayoritas banyak Islamnya," jelasnya.

Kevin (40), salah satu pengunjung arca Joko Dolog misalnya, ia mengaku rutin seminggu bisa 3 kali datang. Ia mengaku ke arca Joko Dolog karena untuk sembahyang dan mengaku banyak mempunyai teman di tempat itu.

Sebab di tempat Arca Joko Dolog, memang terbuka selama 24 jam. Tak hanya untuk ritual, di lokasi terkadang dijadikan ajang berkumpul para pemerhati budaya juga. Sehingga di tempat itu hampir tidak pernah sepi.

"Ya saya sering ke sini. Ya seminggu 2 sampai 3 kali. Karena ya banyak teman di sini. Selain itu juga untuk sembayang. Untuk tirakat, bancaan atau syukuran," ujar Kevin. (iwd/iwd)