Surabaya -
Hari ini ada sejumlah berita dari Jatim yang menarik banyak pembaca. Mulai dari soal Ara ditemukan, hingga soal pengasuh ponpes di Mojokerto yang menolak vaksin AstraZeneca.
Ara Hilang Diculik Budenya Karena Warisan
Nesa Alana Karaisa atau Ara, bocah 7 tahun yang dikabarkan hilang akhirnya ditemukan. Setelah hilang 5 hari, Ara ditemukan di Pasuruan. Ara diketahui dibawa pergi oleh budenya sendiri.
"Jadi dia dibawa pergi tanpa izin sama istri dari pakdenya. Jadi masih ada hubungan keluarga," kata Wakapolrestabes Surabaya AKBP Hartoyo kepada detikcom, Sabtu (27/3/2021).
Akhirnya polisi menetapkan dua tersangka dalam kasus penculikan Ara. Kedua tersangka yakni Oke Ary Aprilianto (34) dan Hamidah (35) yang tak lain pakde dan budenya.
"Ada dua yang kita amankan yang kita tangkap. Inisialnya OAA alamatnya di Imam Bonjol Gang 5 Bugul, Pasuruan. Yang kedua inisialnya AH, Jalan Karanggayam I Nomor 47," ujar Kapolrestabes Surabaya Kombes Jhonny Edison Isir saat jumpa pers di Mapolrestabes Surabaya.
Meskipun kedua tersangka masih keluarga Ara, polisi akan menjerat kedua tersangka dengan pasal perlindungan anak. Sebab mereka membawa pergi Ara tanpa sepengetahuan dan persetujuan ayah ibunya.
"Pasal yang kita kenakan yaitu Pasal 83 Jo 76 F UU 35 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancamannya 3 tahun dan maksimal 15 tahun," jelas Isir.
Dalam pengakuannya, kedua tersangka mengaku sakit hati. Pasalnya, anak dari tersangka sebelumnya sempat ditampar oleh Safrina Anindia Putri atau ibunya Ara.
"Karena kita sakit hati ya. Dari dulu kita disakiti, difitnah. Sampai kemarin itu anak saya ditampar oleh orang tua korban karena pulang malam," ujar Hamidah kepada wartawan, Sabtu (27/3/2021).
Meski begitu, Hamidah mengaku hanya memendam rasa sakit hati itu. Ia juga tidak melaporkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh ibunya Ara karena dianggap masih satu keluarga. "Tapi kita redam dan tidak kita laporkan karena masih anggap masih saudara tapi masih seperti itu," terang Hamidah.
Sementara itu, Oke Ary Aprilianto suami siri Hamidah mengaku bahwa penculikan yang dilakukannya hanya spontan. Saat itu pada Selasa (23/3) ia dan istrinya tak sengaja menjumpai Ara yang sedang main di taman.
"Sebenarnya bukan kepikiran menculik. Tapi itu mendadak. Waktu itu korban ini melintas hendak bermain. Kebetulan lewat kita panggil terus mau akhirnya ikut kita," ujar Ary.
"Tapi selama ikut saya, gak ada kekerasan kepada korban karena sudah saya anggap putri saya sendiri," tambah Ary.
Tak hanya sakit hati, Ary mengungkapkan permasalahan dengan orang tua Ara sebenarnya sudah berlangsung lama. Salah satunya yakni dipicu soal hak warisan rumah. "Karena juga warisan, karena beliau (orang tua Ara) ingin mempunyai hak warisan rumah. Karena selama ini kami tinggal bersama-sama di rumah Karanggayam," kata Ary.
Pengasuh Ponpes Mojokerto Tolak Vaksin AstraZeneca
Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah KH Asep Saifuddin Chalim terang-terangan menolak vaksin AstraZeneca. Dia melarang keras 12.000 santri dan mahasiswa, serta 1000 lebih tenaga pengajar di lembaga pendidikannya disuntik vaksin COVID-19 dari Inggris tersebut.
"Amanatul Ummah sangat mendukung vaksinasi, asalkan jangan vaksin AstraZeneca. Kalau vaksin AstraZeneca haram mutlak bagi Amanatul Ummah. Jadi, tidak ada halal mubah itu tidak ada," kata Kiai Asep kepada wartawan di Institut KH Abdul Chalim, Desa Bendunganjati, Kecamatan Pacet, Mojokerto, Sabtu (27/3/2021).
"Karena sesuai fatwa MUI pusat yang mengatakan vaksin AstraZeneca itu mengandung (tripsin) pankreas babi dan hukumnya haram. Menurut MUI pusat hukumnya haram, tapi diperbolehkan ketika darurat. Namun, di Amanatul Ummah tidak ada darurat. Karena selama satu tahun di Amanatul Ummah ini tidak ada yang terkena COVID-19," terangnya.
Kiai Asep menjelaskan, Ponpes Amanatul Ummah bebas COVID-19 karena selama ini menerapkan protokol yang ketat. Setiap santri yang baru datang, wajib lolos pemeriksaan rapid test, foto toraks dan pemeriksaan darah lengkap.
Kiai Asep juga mengkritik Fatwa MUI Jatim yang menyatakan vaksin AstraZeneca halal dan bagus (halalan thoyiban). Dia menilai fatwa tersebut salah karena hanya menggunakan alasan istihalah atau perubahan bentuk dan ihlak atau penghancuran. MUI Jatim yakin tripsin pankreas babi yang digunakan dalam produksi vaksin AstraZeneca tidak lagi menjadi najis karena sudah berubah bentuk.
"Istihalah di situ disamakan dengan Ihlak, penghancuran, tidak ada nilai-nilai babinya. Istihalah dan ihlak tertangkal oleh Intifak. Yaitu bisa menjadi vaksin sebab ada (tripsin) pankreas babinya. Intifak itu bukti yang tidak bisa dihilangkan. Buktinya apa? Jadi vaksin. Tanpa ada pankreas babinya tidak akan jadi vaksin. Keharaman intifak, baru pada pemikiran saja sudah haram, apalagi sudah ada realisasinya," imbuh Kiai Asep.
Ia menambahkan, Imam Syafii dan Imam Hambali mengajarkan, istihalah atau perubahan bentuk dari benda najis menjadi tidak najis hanya berlaku pada tiga hal. Yaitu ketika arak berubah secara alami menjadi cuka, kulit yang diambil dari bangkai selain babi dan anjing, serta ayam yang menetas dari telur yang dikeluarkan dari ayam mati.
"Berbahaya sekali. Itulah kenapa saya ngotot ingin memberitahukan kepada seluruh masyarakat Jatim bahkan Indonesia. Ketika MUI Jatim hasil fatwanya tidak segera dicabut, MUI pusat tidak memanggilnya, bahayanya ini menjadi pintu masuk lebar-lebar untuk semua produk (olahan) babi dihalalkan karena istihalah. Karena semua produk babi pasti dengan Istihalah semua, tidak mungkin gelondongan berupa babi," terang Kiai Asep.
Kiai Asep berharap pemerintah tidak menggunakan vaksin AstraZeneca untuk vaksinasi COVID-19 di Jatim. Apalagi disuntikkan ke pesantren-pesantren. Dia berpendapat, kondisi saat ini tidaklah darurat. Masyarakat masih bisa menunggu pemerintah membeli vaksin yang dipastikan halal.
Kiai Asep pun memberikan solusi kepada pemerintah yang terlanjur membeli vaksin AstraZeneca dalam jumlah besar. "Solusinya agar digunakan di daerah-daerah nonmuslim yang tidak mempermasalahkan tubuhnya kemasukan unsur-unsur babi," terangnya.
Sementara untuk umat Muslim di Indonesia, Kiai Asep berharap pemerintah menggunakan vaksin jenis lain yang dipastikan halal. Terhadap para ulama Jatim yang terlanjut divaksin AstraZeneca, dia menyarankan agar memperbanyak istighfar.
"Harus mendatangkan lagi selain vaksin AstraZeneca. Masih banyak vaksin lain. Menunggu tidak masalah, tiga bulan, setahun tidak akan mati. Bukan darurat kalau seperti itu. (Yang terlanjur divaksin?) Istighfar saja yang banyak," cetusnya.
Ia menjelaskan, kandungan babi dalam vaksin AstraZeneca akan berdampak negatif jika disuntikkan ke umat Islam. Muslim yang mengonsumsi zat-zat dari babi akan sulit diterima doanya oleh Allah SWT. Selain itu, proses kematian mereka saat sekarat juga akan sulit.
"Mohon maaf, banyak orang mengatakan Zionis dan Orientalis ingin makanan yang dikonsumsi orang-orang mukmin mengandung babi agar doanya tidak dikabulkan Allah SWT. Kan kasihan mereka adalah bangsa Indonesia, sebagai potensi Indonesia. Mohon kalimat saya ini didengar oleh Gubernur, Presiden oleh siapa saja. Kemudian MUI pusat berbuat," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini