PGRI Jatim Angkat Bicara soal Vonis Bebas Dosen Malang dari Jeratan UU ITE

PGRI Jatim Angkat Bicara soal Vonis Bebas Dosen Malang dari Jeratan UU ITE

Hilda Meilisa - detikNews
Kamis, 25 Mar 2021 17:11 WIB
Logo PGRI
Foto: dok PGRI
Surabaya -

Mahkamah Agung (MA) memvonis bebas dosen Dr Wadji MPd dari hukuman 5 bulan penjara. Sebelumnya, Dosen Universitas Kanjuruhan Malang itu dihukum 5 bulan penjara karena mempelesetkan singkatan Persatuan Guru Republik Indonesia dengan Persatuan Gundul Republik Indonesia (PGRI).

Menanggapi hal ini, Ketua PGRI Jatim Teguh Sumarno mengatakan pihaknya menghormati keputusan MA. Bahkan, Teguh mengaku bersyukur lantaran tenaga pendidik tak ada yang terlibat masalah hukum.

"Jadi itu adalah keputusan majelis yang terhormat, saya justru terima kasih karena keluarga kami dosen tidak ada masalah hukum, apa lagi dalam posisi pidana," kata Teguh saat dihubungi detikcom di Surabaya, Kamis (25/3/2021).

"Jangan sampai guru dan dosen ada persoalan pada hukum. Jadi PGRI membela pada posisi pernyataan yang seyogyanya memang tidak semestinya diterima guru. Karena guru merupakan sosok pendidik yang mulia. Jangan sampai terjerat masalah hukum," imbuhnya.

Teguh menyebut yang membuat laporan polisi terkait kasus ini adalah pengurus PGRI lama. Jika kejadian tersebut terjadi di periode kepengurusannya, Teguh mengatakan dirinya akan menyelesaikan hal ini secara kekeluargaan.

"Itu kelihatannya yang membuat laporan wakil ketua PGRI sebelum jaman saya. Seandainya saya jadi ketuanya, saya tidak memperbolehkan. Saya harap untuk berkompromi karena sama-sama pendidik kan tidak boleh begitu. Harusnya secara kekeluargaan saja, itu wajib," papar Teguh.

Tak hanya itu, Teguh mengatakan bisa saja yang dilontarkan dosen Wadji merupakan candaan belaka. Jadi, sebaiknya didialogkan secara kekeluargaan.

"Itu saya menilai apakah itu dalam bentuk kelakar atau candaan, apakah dia bentuk keseriusan dan situasi itu mestinya harus perlu didialogkan. Ada juga di antara teman menyatakan yang lebih parah dari itu, ada saja. Tapi di dalam intern," ungkapnya.

Teguh juga menilai jalan kasasi yang ditempuh dosen Wadji sudah benar untuk meminta keadilan. "Artinya keadilan yang ditempuh Pak Wadji memang penting karena hak setiap warga negara untuk mempertahankan diri. Sehingga itu lah yang harus dilakukan," imbuhnya.

Selain itu, Wadji mengatakan pemerintah perlu meninjau ulang Pasal 27 ayat 3 agar tidak menelan korban lebih banyak lagi.

"Apa lagi pasal 27 ayat 3 tentang UU ITE ini banyak yang menjadi korban. Maka perlu direvisi dan disempurnakan agar tidak menelan korban yang lebih banyak. Sehingga bagaimana pandangan ahli hukum, pandangan korban, bagaimana yang melaporkan itu perlu didiskusikan sehingga DPR mengesahkan UU itu jangan sampai justru membuat masyarakat jera dengan persoalan keadilan," pungkasnya.

Sebelumnya, sebagaimana dikutip dari dakwaan jaksa di Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (SIPP PN) Malang, Kamis (25/3/2021), kasus ini bermula saat Wadji mengunggah di Grup WhatsApp (GWA) Kardos Unikama (Karyawan dan Dosen Universitas Kanjuruhan Malang) pada 24 Januari 2018.

Wadji mengunggah foto dua dosen Unikama yang gundul dan plontos. Lalu di bawahnya diberi tulisan:
KETUA DAN SEKJEN PGRI (PERSATUAN GUNDUL REPUBLIK INDONESIA)

Postingan Wadji di atas kemudian dilaporkan admin GWA, Nanang Pujiastika ke Pengurus PGRI Provinsi Jawa Timur. Pengawas PGRI Jatim, Husin Matamin yang membaca dan melihat hasil print out dari GWA tersebut menjadi tersinggung karena perbuatan terdakwa dianggap telah menghina dan mencemarkan nama baik serta melecehkan lembaga/organisasi PGRI yang menaungi profesi guru Republik Indonesia.

Husin kemudian mengadukan dugaan pelanggaran UU ITE yang dilakukan Wadji ke Polda Jatim untuk diproses lebih lanjut. Dua tahun berlalu, akhirnya, kasus bergulir ke pengadilan dan Wadji harus duduk di kursi pesakitan.

Pada 27 Januari 2020, PN Malang menyatakan Wadji telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik. PN Malang pun menjatuhkan hukuman penjara selama 3 bulan dan pidana denda sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.

Duduk sebagai ketua majelis Sri Hariyani dengan anggota Intan Tri Kumalasari dan Sugiyanto. Atas putusan majelis PN Malang itu, Wadji mengajukan permohonan banding.

Tapi bukannya diringankan, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya malah memperberat hukuman Wadji menjadi 5 bulan penjara. Untuk denda masih sama yaitu Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan. Duduk sebagai ketua majelis Rasminto dengan anggota Winaryo dan PH Hutabarat.

Wadji tidak tinggal diam dan mencari keadilan. Memori kasasi pun dilayangkan. Gayung bersambut. Kasasi dikabulkan dan Wadji divonis bebas.

"JPU Tolak. Terdakwa Kabul," demikian amar putusan kasasi yang dilansir website MA.

Duduk sebagai ketua majelis Sofyan Sitompul dengan anggota majelis Brigjen TNI Sugeng Sutrisno dan Hidayat Manao. Perkara dengan nomor 155 K/Pid.Sus/2021 itu diketok pada 3 Maret 2021.

Halaman 2 dari 2
(hil/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.