Seorang muazin buta di Banyuwangi viral karena bersuara merdu. Berikut ini kisah legkapnya.
Kisah tentang muazin buta ini awalnya diunggah akun @ayung_n di Twitter beberapa waktu lalu. Dalam video berdurasi 45 detik yang diunggah, kumandang azan muazin itu membuat pemilik akun kagum.
"Namanya Pak Mad. Muadzin di Masjid Baitul Muttaqin, Desa Kalipait, Tegaldlimo, Banyuwangi, Suaranya, masyaAllah, merdu," berikut yang ditulis akun tersebut seperti dikutip detikcom, Selasa (23/3/2021).
Muazin buta itu diketahui bernama Ahmad Bisri (61). Ia merupakan warga Desa Kalipait, Telipdlimo, Tegaldlimo, Banyuwangi. Dalam video itu, terlihat Ahmad Bisri mengumandangkan azan dengan posisi sedikit membungkuk. Kakek itu tampak mengenakan baju Muslim dengan kopiah dan sarung.
Ia buta sejak 5 tahun lalu. Meski begitu, ia tak pernah absen mengumandangkan azan salat lima waktu di Masjid Baitul Muttaqin, desa setempat.
Baca juga: Mengapa Muazin Bersuara Merdu Ini Buta? |
"Saya memang muazin di masjid ini. Beberapa orang bilang suara saya bagus. Padahal menurut saya ya biasa saja. Katanya ada yang video gitu, saya ndak tau," ujar Ahmad saat ditemui detikcom.
Ahmad merupakan muazin tetap di Masjid Baitul Muttaqin. Jarak masjid dengan rumahnya hanya sekitar 300 meter. Setiap akan mengumandangkan azan, pria yang biasa dipanggil Pak Mad ini akan diantar istrinya, Siti Halimah (55) dari rumah ke depan pintu masjid.
"Saya pasrah, sekarang mengandalkan istri yang setia merawat," ungkapnya.
Untuk melaksanakan tugas sebagai muazin, Pak Mad keluar rumah pukul 04.00 WIB. Dengan diantar istrinya, ia berangkat ke masjid untuk mengumandangkan azan subuh. Lalu istrinya baru menjemput lagi pukul 07.00 WIB untuk sarapan. Kemudian Pak Mad kembali ke masjid pukul 10.00 WIB untuk persiapan azan zuhur.
"Saya berada di masjid seharian penuh. Pulang sekitar pukul 20.00 WIB usai salat isya," katanya.
Meski ia mengatakan suaranya biasa-biasa saja, muazin buta ini mengakui ada yang beda saat azan salat zuhur. Ahmad merasa suaranya lebih enak didengar. Menurut Ahmad, itu karena perutnya terbilang kosong saat azan zuhur. Sebab ia belum makan siang, sementara ia biasa sarapan pagi pukul 07.00 WIB.
"Dibanding dengan waktu salat lainnya, waktu azan salat zuhur yang paling bagus didengarkan," ujarnya.
Ia mengaku belajar azan sejak kecil, saat menimba ilmu di Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung, Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari. Di pesantren terbesar di Bumi Blambangan itu, Ahmad diajari langsung oleh sang pengasuh ponpes, KH Muhtar Syafaat Abdul Gofur.
"Saya belajar di Ponpes Blokagung enam tahun. Saya tertarik menjadi muazin sejak saat itu," terangnya.
"Hanya ini yang saya mampu, dan allhamdulillah kemampuan saya ini dapat bermanfaat bagi orang lain," paparnya.
Dengan suara lirih, Pak Mad mengisahkan soal matanya yang kini tidak bisa melihat. Menurutnya, saat lahir matanya normal. Indra penglihatannya itu mulai tidak berfungsi sejak 2010. Penyakit glaukoma membuat ia buta.
"Saya juga tidak tahu kenapa saya terserang penyakit itu," ujarnya.
Muazin buta itu mengaku sempat mencoba beberapa jenis pengobatan untuk menyembuhkan matanya. Mulai pengobatan medis hingga tradisional. Namun tidak ada yang bisa mengembalikan indra penglihatannya itu.
"Dulu saya sempat berobat ke Surabaya. Karena keterbatasan biaya, akhirnya saya berhenti berobat. Saat itu biayanya Rp 2 juta untuk sekali berobat," terangnya.
Sebelum buta, Pak Mad bekerja sebagai petani di Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo. Lantaran penyakitnya semakin parah, ia memutuskan untuk menjadi muazin.
"Saya tidak bisa bekerja lagi, dan saya memutuskan untuk menjadi tukang azan," pungkasnya.