Menurut Sejarawan Universitas Airlangga (Unair), Purnawan Basundoro, nama-nama itu disebut tokonini atau nama tempat bermacam-macam. Orang Jawa biasanya memberi nama tempat sesuai dengan apa yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
"Ada yang karena di situ ada pohon, ada rumah orang, toko, itu bisa dijadikan tempat. Termasuk kondisi alam dan situasi geografis. Kawasan-kawasan yang misalnya berair diberi nama sesuai. Berair berarti kedung, sungai yang dalam," kata Purnawan saat dihubungi detikcom, Rabu (10/3/2021).
Berikut empat nama jalan di Surabaya yang mempunyai nama depan sama:
1. Kedung
Ada beberapa nama jalan dengan awalan Kedung di Surabaya seperti Kedung Cowek, Kedungdoro, Kedungsari, Kedung Baruk, dan Kedung Tarukan.
"Berarti dulu ada sungai-sungai yang dalam. Kalau tahunnya nggak jelas kapan. Kadang spontan orang menamakan sesuatu dan terus diulang-ulang, jadi tidak terlacak kapan mulai ada nama-nama ssemacam itu. Karena mengacu pada situasi alam," kata Purnawan.
2. Wono
Di Surabaya terdapat beberapa nama jalan yang diawali dengan Wono. Seperti Wonokromo, Wonosari, Wonokitri, Wonokusumo, dan Wonorejo. Berdasarkan sejarah, Wono adalah hutan.
"Wono berarti dulu itu hutan, Wono itu alas. Itu mungkin munculnya nama Wono ketika kawasan itu berupa hutan," ujar Purnawan.
![]() |
3. Tambak
Nama jalan yang diawali Tambak juga cukup banyak di kota metropolitan ini. Yaitu Tambak Asri, Tambak Sari, Tambak Mayor, Tambak Wedi, Tambak Bayan, Tambak Segaran, Tambak Adi.
"Banyak tambak, blumbang, kolam, kawasan berair, tambak gedung. Di situ ada mungkin ada kolamnya, pelihara ikan," kata Purnawan.
4. Kali
Kali sendiri mengacu pada sungai. Seperti Kali Waron, Kali yang berarti sungai dan Waron berarti waru atau pohon. Purnawan mengatakan, artinya di jalan dengan nama kali dulunya kanan, kirinya banyak pohon waru.
Seperti di Jalan Kalimas, Kalimati, Kalianak, Kalisari, Kali Kepiting, Kali Kedinding, Kalibokor, Kalidami, Kali Rungkut, dan Kali Waron.
"Istilah kali di Surabaya banyak, Kalimati, kali yang dibuntu dan dimatikan. Itu bisa dilihat di peta kuno sekarang nggak ada misalnya dulunya ada. Kali Kedinding mungkin sudah tidak ada sungainya," pungkas Purnawan. (iwd/iwd)