Kawasan Sumbulan, Dusun Krajan Satu, Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan disebut sebagai kampung mati. Pasalnya, tidak ada warga yang tinggal di sini meski ada beberapa rumah dan masjid.
Berada di ujung barat desa, Sumbulan termasuk kawasan terpencil karena berada di tengah area persawahan. Jika ingin lewat jalur alternatif ada jembatan sesek bambu yang membelah sungai curam.
![]() |
Saat detikcom menuju lokasi, aksesnya terbilang tidak terawat. Hanya jalan bebatuan dan tanah. Habis hujan biasanya jalan jadi licin. Namun bisa dilalui roda empat.
Kawasan Sumbulan berada sekitar 10 kilometer ke arah timur dari Alun-alun Ponorogo. Masih terdapat empat rumah, satu masjid dan satu pemakaman kuno di Sumbulan.
Salah seorang warga asal Sumbulan, Tohari menjelaskan, setiap zuhur dia menyempatkan diri salat di Masjid Sumbulan. "Saya memang asli sini, salat di sini karena ingin membersihkan masjid sekaligus lihat rumah prabon (rumah peninggalan orang tua)," kata Tohari kepada wartawan, Kamis (4/3/2021).
Menurutnya, penghuni terakhir Kawasan Sumbulan adalah adik kandungnya, Mustofa. Sejak tahun 2016 adiknya memilih pindah ke Tegalsari, Jetis.
"Kebanyakan pindah karena ikut pasangan, entah suami atau istrinya tidak betah di sini. Milih tinggal di tempat yang ramai," jelas Tohari.
Tohari sendiri memilih pindah dari Sumbulan sejak tahun 1983 dan tinggal di Singosaren bersama istri dan anaknya.
"Di sini sepi jauh dari permukiman, akhirnya memilih tempat yang lebih ramai, aksesnya lebih mudah," ujar Tohari.
Namun tiap kali perayaan Idul Fitri maupun Idul Adha, Sumbulan selalu ramai dikunjungi warga asli. Mereka lebih memilih merayakan hari besar di kampung mati sembari mengingat masa kecil.
"Tiap Lebaran selalu ramai warga yang ingin merayakan," papar Tohari.
Warga lain, Marno berharap kampung mati ini kembali hidup seperti sedia kala. "Saya ingin Sumbulan bisa hidup kembali," terang Marno.
Sementara Kades Plalangan Ipin Herdianto menambahkan, Kawasan Sumbulan saat ini memang kosong tak berpenghuni. "Dulu ada 15 KK hampir satu RT. Mulai ditinggalkan 5 tahun lalu, hilang semua. Sebelumnya ada dua atau tiga keluarga, terus mulai pindah," terangnya.
![]() |
Keluarga terakhir pindah, lanjut Ipin, karena ikut anaknya serta ada yang dibelikan perumahan. Disinggung soal hawa mistis, menurut Ipin hampir semua tempat pasti ada.
"Kalau mistis hampir semua tempat sama saja. Semua tempat ada," imbuh Ipin.
Ipin menerangkan soal pondok. Namun pondok kawak atau pondok lama di Sumbulan. Ceritanya yang babat pertama itu Serut Sejanjang, terus Sumbulan dan Asem Growong.
"Jadi di situ anak turunnya Mbah Asem Growong," imbuh Ipin.
Ipin juga menerangkan dulu bukan pesantren, tapi pondok angkring. Untuk kegiatan mengaji zaman dulu. Jadi untuk penyebaran Islam di Sumbulan.
"Orang tua di Plalangan juga masih merasakan pernah mengaji di situ," lanjut Ipin.
Hingga saat ini, masjid di kampung mati itu masih tetap terawat. Beberapa keluarga yang tinggal di Kadipaten sering berkunjung sekadar menyapu dan mengepel hingga salat.
"Kadang orang yang di sawah juga mampir ke situ untuk ibadah kan masih lengkap, air juga masih ada," pungkas Ipin.
Simak juga 'Urban Legend: Menara Saidah dan Rumor Gedung Berhantu':