Alat tersebut yakni i-nose c-19 buatan guru besar Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno MSc PhD. Alat itu telah diserahkan kepada Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis) untuk uji profile. Sebanyak empat alat nantinya akan ditempatkan di RSI Jemursari dan RSI A Yani. Masing-masing dua alat.
Prof M Nuh mengatakan, sebelum digunakan oleh pasien di RS, alat tes COVID-19 lewat keringat ketiak itu harus memenuhi syarat. Pasalnya, i-nose ini digunakan untuk screening awal.
"Harus memenuhi tiga persyaratan. Pertama sisi biaya harus terjangkau tidak sampai Rp 10 ribu tadi dikatakan. Kedua kecepatan screening 2-3 menit bisa disimpulkan positif atau negatif. Dan ketiga tentu aman," kata Prof Nuh usai menerima i-nose c-19 di RSI Jemursari, Senin (22/2/2021).
Karena pemeriksaan lewat keringat ketiak, Nuh mengatakan aman. Sebab ketiak tidak akan menularkan virus, berbeda jika dari droplet. Sehingga alat ini dinilai aman.
"Habis dari sini, baik yang dites untuk para pasien yang sudah positif dan untuk calon pasien yang screening di depan," ujarnya.
"Begitu masuk dicek dulu sebelum PCR, pakai alat ini. Maka bisa dibandingkan dengan PCR. Nanti dipelajari semua. Ada learning proses, sehingga mesin ini bisa dipakai," tambahnya.
Namun alat tes COVID-19 lewat keringat ketiak ini tidak menggantikan tes swab PCR yang ada. Alat ini untuk memudahkan pada screening awal.
"Karena PCR kan lama pakai jam, yang kedua rupiahnya juga. Ini perlu penanganan secara cepat. Begitu dari tes antara PCR dan i-nose sama, maka bisa dipakai di depan. Tapi tidak bisa untuk menggantikan PCR," jelasnya.
Nantinya, dua alat tes COVID-19 lewat keringat ketiak ini akan digunakan di RSI Jemursari dan dua alat di RSI A Yani. Satu alat akan ditaruh di depan untuk screening awal dan satunya lagi di ruang perawatan.
"Ini baru dilatih, nanti setelah dilatih, oke maka akan dipakai. Ini untuk yang mau opname," pungkasnya. (sun/bdh)