Data yang dirilis BPBD Jombang, pengungsi di tanggul Sungai Brantas mencapai 923 jiwa. Mereka berasal dari 3 dusun di Desa Bandar Kedungmulyo. Yaitu 138 jiwa dari Dusun Bandar Kedungmulyo, 460 jiwa dari Dusun Kedunggabus, serta 325 jiwa dari Dusun Kedungasem.
Pemerintah sejatinya sudah menyiapkan tempat pengungsian di tiga titik sejak banjir melanda desa ini sejak Jumat (5/2) malam. Yakni di balai desa, serta SDN Bandar Kedungmulyo 1 dan 2. Namun, 923 korban banjir di 3 dusun tersebut menolak ke tempat pengungsian karena dianggap terlalu jauh.
Mereka memilih mendirikan tenda darurat di sepanjang tanggul Sungai Brantas. Tak pelak, para pengungsi harus rela tidur beralaskan tikar dan terpal seadanya.
"Kami butuh bantuan tenda, selimut dan tikar untuk tidur. Karena yang ada (bawa dari rumah) kurang memenuhi syarat saat kena hujan dan angin. Kalau kena angin mudah rusak," kata Ali (60), pengungsi asal Dusun Kedunggabus kepada wartawan di lokasi, Senin (8/2/2021).
Ali menjelaskan tenda-tenda darurat di kelompoknya saja saat ini ditempati 25 keluarga pengungsi warga RT 2 RW 1 Dusun Kedunggabus. Menurut dia, terdapat sekitar 20 anak-anak di tempat pengungsian ini. Sejauh ini, baru satu pengungsi yang menderita demam sehingga harus dirawat di Puskesmas Bandar Kedungmulyo.
"Obat-obatan belum ada bantuan, seperti balsem, obat gatal-gatal, diare, obat kepala pusing kalau sewaktu-waktu kami butuhkan. Puskesmas keliling ada," ujar Ali.
Pasokan air bersih, lanjut Ali, juga harus ditambah. Karena kiriman air bersih dari pemerintah belum cukup untuk mandi dan mencuci pakaian para pengungsi.
"Untuk buang air besar juga tidak ada tempatnya. Selama ini yang perempuan harus lari ke rumah saudara terdekat. Sebagian yang pria terpaksa di sungai," ungkapnya.
Sementara pasokan makanan dan minuman, menurut Ali sudah lebih dari cukup. Pasalnya, pemerintah maupun donatur mengirim makanan sampai 4 kali dalam sehari.
"Harapan kami cepat-cepat tanggul dibenahi, supaya kami kembali pulang kalau sudah surut. Meskipun surut kalau tanggulnya belum dibenahi, kami tidak berani pulang," cetusnya.
Keluhan hampir sama disampaikan Widi Nugroho (40), pengungsi asal Dusun Bandar Kedungmulyo. Dia mengungsi bersama istri dan dua anaknya di tenda darurat tanggul Sungai Brantas sejak Jumat (5/2) malam. Widi rela tidur di dalam tenda bersebelahan dengan kambing.
"Selama tanggul yang jebol belum dibenahi, kami tak berani pulang, khawatir banjir susulan. Tinggal sama kambing karena adanya tempat begini, mau bagaimana lagi," terangnya.
Widi mengaku telah menerima bantuan makanan, minuman, selimut dan pakaian. Saat ini pihaknya membutuhkan bantuan obat-obatan.
"Obat-obatan, seperti minyak kayu putih, obat sakit perut dan masuk angin," jelasnya.
Tidak adanya tempat BAB juga dirasakan Widi. "Untuk BAB tidak ada tempatnya, yang pria di Sungai Brantas, yang perempuan menumpang ke rumah warga yang tidak kebanjiran," tuturnya.
Supervisor Pusdalops BPBD Kabupaten Jombang Stevie Maria menjelaskan, bantuan terpal dan selimut telah dikirim ke balai Desa Bandar Kedungmulyo. Menurut dia, pembagian bantuan tersebut diserahkan kepada pemerintah desa setempat.
"Pagi tadi bantuan air sudah kami dorong. Sampai saat ini anggota kami belum selesai mengirim air bersih. Pokoknya kami keliling sehari dua kali, pagi dan sore. Tandon airnya beragam, 1200-2200 liter," tandasnya. (iwd/iwd)