Inovasi robot hybrid ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan pada 2016. Tahun tersebut Latifah mengembangkan robot rehabilitasi tumit kaki. Namun, untuk dasar penelitiannya sudah dilakukannya sejak 2015.
"Robot sebagai alat bantu operasi sebenarnya sudah ada sejak tahun 90-an. Robot ini biasa disebut dengan robot paralel. Robot paralel adalah robot yang mampu menangani beberapa instruksi dalam waktu bersamaan. Tapi ternyata robot paralel ini masih punya beberapa kekurangan dalam penggunaannya di bidang medis," kata Latifa di Surabaya, Jumat (5/2/2021).
Kekurangan robot paralel ada pada keterbatasan ruang gerak, dan penggunaannya. Biasanya hanya sekali pakai. Hal tersebut membuat robot harus dibongkar usai melakukan operasi. Kemudian dipasang kembali saat akan melakukan operasi. Dengan begitu, akan lebih merepotkan dokter saat akan dan usai menggunakannya.
Baca juga: ITS Sabet Juara Kontes Robot Indonesia 2020 |
Guna mengatasi keterbatasan robot paralel, Latifah pun mengembangkannya dengan robot hybrid. Yakni gabungan dari dua robot paralel. Robot ini memiliki kelebihan pada ruang geraknya yang lebih luas dibanding dengan robot paralel.
"Pada proses pembuatannya robot ini dilakukan pencetakan tiga dimensi terlebih dahulu. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengembangan menjadi sebuah prototype yang dilengkapi dengan piranti-piranti elektronis. Dari segi desain robot hybrid lebih kompleks dibanding dengan robot paralel," jelasnya.
Pada pengembangan robot hybrid, ia bekerja sama dengan Jurusan Teknik Mesin dari National Central University (NCU), Taiwan. Sebab, selain memiliki hubungan baik, NCU juga mengembangkan robot dengan struktur yang sama.
Saat melakukan operasi dengan robot hybrid, dokter dapat menggunakannya dalam membantu proses pembedahan yang membutuhkan akurasi tinggi. Robot ini juga bisa mengurangi kontak langsung dari dokter dengan pasien.