Menurut Fredi yang sekarang bertugas di Kesbangpol Pemkab Blitar, dua kali dia melihat sosok kakek berjenggot lancip tampak di dekat arca.
"Malam pernah dua kali saya lihat sosok kakek. Jenggotnya juga seperti yang di arca itu. Tapi nggak menyeramkan ya. Jangan dibayangkan sosok yang seram gitu. Malah kelihatan sangat sopan dan kalem bawaannya," aku Fredi kepada detikcom, Minggu (24/1/2021).
Hal serupa juga diceritakan Mbak Ning. Suatu hari, seorang satpam datang tergopoh-gopoh menyambut kedatangannya. Dengan nafas terengah-engah, satpam itu katanya baru melihat sosok kakek duduk di dalam kursi yang berada di dalam ruang pusaka.
"Waktu itu masih jam setengah lima sore. Padahal ruang pusaka itu kan selalu tertutup. Kalau saya datang baru dibuka, dibersihkan lalu saya berdoa sebentar terus ditutup lagi," tuturnya.
Lalu si satpam berjalan mendekat. Begitu sejengkal dari pintu pusaka, dia melihat sosok kakek berjenggot runcing, sedang duduk di kursi yang berada di dalam ruang pusaka. Sontak si satpam kaget dan lari terbirit-birit.
"Eyang memang kadang ingin menyapa semua penghuni pendopo ini. Saya bilang ke satpam tadi, kamu itu kaget. Tapi nggak usah takut. Eyang hanya ingin menyapa," paparnya.
detikcom berkesempatan diajak memasuki ruang pusaka di pendopo RHN. Tidak semua orang diizinkan masuk ruangan ini, kecuali Mbak Ning pribadi.
Tampak sebuah meja bundar, di atasnya ada bunga sedap malam segar, dupa dan serangkaian kembang. Juga sebuah frame foto terpajang dengan nama KPH Sosrohadinegoro. Beliau menjabat sebagai Bupati Blitar dari tahun 1896-1917. Di sebelah barat meja, sebuah kursi kuno tampak masih kokoh.
"Beliaulah eyang bupati yang dikenal sakti. Buyut saya dipercaya menjaga ruang pusaka yang dibuat beliau, diteruskan bapak saya. Dan sekarang, saya meneruskan. Itupun yang nunjuk Eyang (KPH Sosrohadinegoro), bukan bupati yang menjabat. Embuh (Tidak tahu) siapa yang bakal menggantikan saya kelak," tutupnya.