Wakil Sekretaris Satgas COVID-19 Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, kegiatan apapun termasuk hajatan sudah diatur dalam Perwali Nomor 67 Tahun 2020. Pemilik atau penyelenggara hajatan harus memiliki rekomendasi dari Satgas COVID-19.
"Dalam Perwali 67, kegiatan apapun harus mendapatkan assessment dari Satgas COVID-19. Nah satgas yang dimaksud tersebut termasuk yang di kecamatan," kata Irvan kepada detikcom, Selasa (12/1/2021).
"Ketika rekomendasi yang diberikan tidak sesuai, satgas berhak untuk menghentikan. Atau dia (pemilik hajatan) tidak pernah meminta izin assessment dari satgas, satgas juga bisa menghentikan," imbuhnya.
Menurut Irvan, jika tidak mengindahkan aturan, yang bersangkutan bisa diberi sanksi. Di mana penghentian kegiatan juga bagian dari sanksi administratif.
"Tidak menutup kemungkinan dikenakan denda. Karena menciptakan kerumunan yang tidak sesuai dengan protokol kesehatan," terang Irvan.
Sementara Wakapolrestabes Surabaya AKBP Hartoyo mengatakan, dalam pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak diatur soal hajatan. Namun bagi pemilik hajatan harus melaporkan kegiatannya ke Satgas COVID-19.
"Harus lapor ke Satgas COVID-19. Satgas ada di kecamatan. Satgas kota juga ada. Lapor supaya bisa di-assessment. Namun setelah mendapatkan assessment tidak diikuti, maka akan tetap ada sanksinya," ujar Hartoyo.
Tadi siang, sebuah hajatan pernikahan di Surabaya dibubarkan petugas gabungan karena melanggar prokes saat PPKM. Namun pembubaran itu bersifat sementara.
Hajatan itu digelar di sebuah rumah warga di Ngagelrejo, Kecamatan Wonokromo, Surabaya. Petugas gabungan yang melakukan pembubaran terdiri dari polisi, Satpol PP, BPD Linmas Kota Surabaya hingga TNI.