Menurut Ketua APPBI Jatim Sutandi Purnomosidi jika diperhatikan, sebenarnya Surabaya bukan episentrum COVID-19. Lalu mengapa diberlakukan pembatasan lagi.
"Sedangkan kita tahu di Jatim 5 daerah tertinggi COVID-19 di Tuban, Malang, Tulungagung, Jember, Kediri. Sedangkan di Surabaya sudah sangat kondusif. Ini yang kita sesalkan. Kenapa kebijakan pusat dipukul rata, tanpa melihat kondisi masing-masing daerah. Sedangkan kita sedang dalam tahap pemulihan recovery," kata Sutandi di Hotel Sheraton, Sabtu (9/1/2021).
"Kalau ditanya respon kami, kami sangat kecewa terus terang," tegasnya.
Sutandi mengatakan, kasus COVID-19 di Surabaya sudah dikendalikan baik oleh Pemkot Surabaya. Kini saatnya mengembalikan prioritas ekonomi.
Menyikapi pemberlakuan PPKM yang mau tidak mau harus dilakukan, hanya ungkapan kecewa yang dirasakan pengusaha. Ia pun berharap apa yang disampaikan Plt Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana bisa didengar Pemerintah Pusat.
"Kita hanya kecewa, tapi kita mohon apa yang disampaikan Pak Whisnu bisa didengarkan oleh pemerintah pusat. Diskresi harus dihentikan, karena kita bukan daerah zona merah, bukan episentrum COVID-19, terus kenapa kita di-PPKM," ujarnya.
Baginya, jika di Surabaya diberi diskresi maka memang sewajarnya komplain. Tetapi untuk daerah Jawa-Bali yang memang zona merah tidak bisa komplain.
"Seandainya diberikan diskresi untuk Surabaya, apakah Semarang bisa komplain, saya rasa endak, karena mereka merah. Apakah Yogyakarta bisa komplain, saya rasa nggak bisa komplain karena record tinggi di sana. Apakah Jawa Barat Bandung akan komplain, harusnya tidak bisa komplain karena mereka memang merah. Kalau Surabaya, ya kita komplain (Karena tidak merah)," pungkasnya. (fat/fat)