Tim Eri-Armuji Sebut Punya Segudang Bukti Dugaan Pelanggaran Pilwali Surabaya

Tim Eri-Armuji Sebut Punya Segudang Bukti Dugaan Pelanggaran Pilwali Surabaya

Hilda Meilisa - detikNews
Minggu, 20 Des 2020 19:52 WIB
Tomuan Sugiarto dari BBHAR DPC PDIP Kota Surabaya
Tomuan Sugiarto dari BBHAR DPC PDIP Kota Surabaya (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Tim paslon nomor urut 1 di Pilwali Surabaya, Eri Cahyadi-Armuji memiliki segudang bukti dugaan pelanggaran Paslon nomor 2, Machfud Arifin-Mujiaman. Hal ini telah disiapkan Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPC PDIP Kota Surabaya.

Dugaan pelanggaran ini mulai dari bagi-bagi sembako, sarung, baju dan uang saat kampanye. Nantinya, bukti dugaan pelanggaran akan dibeberkan di sidang Mahkamah Konstitusi (MK), jika Machfud-Mujiaman menggugat kemenangan yang diraih Eri-Armudji.

"Jadi segudang bukti sudah kami siapkan. Masyarakat yang berbondong-bondong melaporkan ke kami. Mereka pun siap jadi saksi. Puluhan perkara juga sudah kita laporkan ke Bawaslu. Semuanya akan jadi senjata kita di MK," kata perwakilan BBHAR DPC PDIP Surabaya, Tomuan Sugiarto di Surabaya, Minggu (20/12/2020).

Tomuan menjelaskan pembagian sembako, uang, dan sarung ini dilakukan guna mempengaruhi masyarakat agar memilih paslon no 2, Machud Arifin-Mujiaman. Hal ini menggunakan metode sistematis dan berlangsung masif.

Tak hanya itu, warga penerima sembako ini diorganisir pengurus RT atau RW dan PKK. Mereka diminta menyertakan KTP, KK dan nomor handphone untuk pendataan. Bahkan, bagi-bagi uang, banyak ditemukan di malam hari sebelum coblosan.

"Warga yang menerima sembako wajib melampirkan KTP Surabaya, lalu ada yang bilang datanya akan diinput dalam aplikasi," tambah Tomuan.

Tomuan menegaskan seharusnya MK tidak perlu memproses gugatan Machfud-Mujiaman. Karena, selisih suara di Pilkada Surabaya sangat tebal hampir 14 persen, yaitu 56,94 persen dibanding 43,06 persen. Beda pendapatan suara antara dua kandidat itu adalah 145.746 suara.

"Andai kata kemenangan Eri-Armuji sangat tipis, misal hanya unggul 0,5 persen, perselisihan hasil Pilkada lebih rasional untuk dilakukan," imbuhnya.

Sedangkan mengacu pada Lampiran V Peraturan MK No 6 Tahun 2020 tentang Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pilkada kabupaten/kota dengan jumlah lebih dari 1 juta jiwa bisa dilakukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.

Meski MK tetap membuka ruang gugatan dengan melihat bukti permulaan, Tomuan menyebut gugatan Machfud-Mujiaman dinilai tak rasional. Karena saking besarnya selisih kekalahannya.

"Kalau memang selisihnya tipis, misalnya pun 0,8 persen, atau bahkan 2 persen, kemudian dinilai ada pelanggaran, masih rasional untuk disengketakan. Bagaimana membangun kerangka logika bahwa selisih tebal 14 persen atau 145.000 suara itu dituduh hasil kecurangan?" ujar Tomuan.

Di kesempatan yang sama, percaya MK akan bersikap adil dan obyektif dengan menolak gugatan Machfud-Mujiaman.

"Kami percaya majelis hakim yang mulia di MK akan menolak bila memang Machfud-Mujiaman mengajukan gugatan," pungkasnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.