Pertama, Windhu menyarankan pemerintah untuk perbanyak melakukan testing dan tracing pada masyarakat. Windhu menyoroti kenaikan kasus yang cukup besar ini dalam kondisi testing yang masih rendah. Artinya, kasus COVID-19 yang tidak terdeteksi cukup banyak.
"Jadi kemarin ada 6.260-an penambahannya itu kan tinggi banget. Yang paling penting melihat kasus aktif yang saat ini sedang dirawat atau isolasi mandiri. Nah itu sebanyak 71 ribu, yang jelas semua yang positif ini, ini adalah potensial menular dan sebagian potensial meninggal bagi mereka yang kritis," papar Windhu kepada detikcom di Surabaya, Senin (30/11/2020).
"Tapi, tambahan banyaknya pasien yang terkonfirmasi ini terjadi saat jumlah testing rendah. Artinya, di bawah permukaan masih banyak masyarakat terpapar COVID-19 yang tidak terdeteksi," imbuhnya.
Jika testing diperbanyak, Windhu menyebut akan terjadi kelonjakan kasus yang besar. Menurutnya, hal ini tak mengapa karena deteksi dini lebih penting agar pemerintah bisa melakukan langkah mencegah penularan.
"Pertama perbanyak testing dan tracing. Dari situ akan lebih banyak lagi masyaraka positif COVID-19 yang terdeteksi. Nggak apa, seandainya nanti setelah dites ternyata datanya akan melonjak. Jika yang positif diisolasi, setidaknya akan mengurangi penularan," tambah Windhu.
"Lalu, harus tegas dalam membubarkan kerumunan. Pemerintah juga harus bisa mendeteksi ada potensi kerumunan. Jadi sebelum ada kerumunan, bisa dicegah. Jangan sampai sudah kejadian ada kerumunan, lalu dibilang sudah terlanjur dan tidak berani membubarkan massa yang besar," jelas Windhu.
"Akhir-akhir ini di Indonesia juga terjadi banyak sekali kerumunan. Misalnya kerumunan saat Pilkada sampai kerumunan penyambutan seseorang yang dari luar negeri. Jika itu dites semua, pasti ada banyak sekali penularan," ujarnya.
Yang tak kalah penting, Windhu juga meminta pemerintah transparan dalam membuka data penyebaran COVID-19. Dia ingin tak hanya data masyarakat yang terkonfirmasi positif saja yang diumumkan, namun juga data masyarakat yang suspek dan probable.
"Sebaiknya pemerintah juga membuka data. Jangan ditutup-tutupi. Misalkan ada Pemda yang mencicil untuk mengeluarkan data pasien konfirmasi positif COVID-19. Menurut saya jangan hanya yang positif COVID-19 saja yang diumumkan, tapi data masyarakat yang probable COVID-19 juga harus dibuka. Karena akan membantu sekali data tersebut. Terlebih, sekarang banyak rumah sakit yang bednya mulai penuh. Jika data masyarakat yang probable COVID-19 bisa dibuka, rumah sakit akan bisa untuk menyiapkan kemungkinan," pungkas Windhu.