"Pada prinsipnya kami memahami bahwa pandemi COVID-19 ini semua pihak terdampak, baik pengusaha maupun pekerja. Kalau pengusaha mungkin dampaknya hanya pada menurunnya omset/keuntungan. Tetapi dampak pandemi COVID-19 bagi buruh, menyebabkan menurunnya daya beli dan membengkaknya pengeluaran," ujar Wakil Ketua DPW FSPMI Jawa Timur, Nuruddin Hidayat kepada detikcom saat dikonfirmasi, Senin (23/11/2020).
Pria yang akrab disapa Udin ini menyebut keputusan Gubernur Jawa Timur tidak sesuai dengan rekomendasi Bupati/Wali Kota. Semisal rekomendasi Bupati Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Malang, Kota Surabaya.
"Rekomendasi Bupati/Wali Kota tersebut kenaikan UMK 2021 lebih besar dari yang ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur. Keputusan Gubernur tentang UMK tahun 2021 ini juga menjadi tanda tanya apakah meningkatkan kesejahteraan pekerja tidak," bebernya.
Udin juga menyayangkan masih ada kabupaten/kota yang tidak mengalami kenaikan UMK pada tahun 2021.
"Apakah daerah-daerah tersebut dapat dikatakan pendapatannya sudah layak untuk kesejahteraan pekerja/buruh? UMK terendah di Jawa Timur pada tahun 2021 ada di Sampang yang hanya sebesar Rp 1.913.321,73, besaran UMK tahun 2021 itu sama dengan UMK tahun 2020. Artinya Kabupaten Sampang tidak mengalami kenaikan UMK pada tahun 2021," tegasnya.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Udin menyatakan para buruh di Jatim merasa kecewa dengan penetapan UMK tahun 2021. Ia menilai gubernur sama sekali tidak mengakomodir aspirasi buruh yang tergabung ke dalam Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Jawa Timur yang disampaikan pada saat aksi demonstrasi di Kantor Gubernur Jawa Timur pada Kamis (19/11/) lalu. Gubernur juga tidak peka terhadap kondisi sosial ekonomi pekerja/buruh saat pandemi seperti saat ini. (fat/fat)