Pandemi COVID-19 membuat ekonomi lumpuh sehingga pelaku usaha dituntut kreatif agar mampu bertahan. Sebab, ancaman gulung tikar ada di depan mata.
"Kuncinya harus kreatif," kata seorang peternak kambing, Muchammad Anshary (41) saat ditemui detikcom di rumahnya, Lingkungan Ngampel, Ploso, Minggu (8/11/2020).
Sebelumnya, Aan, sapaan Muchammad Anshari adalah pengusaha kafe. Sedikitnya ada dua tempat makan dan minum yang dia kelola. Masing-masing di Jalan Letjen Suprapto dan Jalan Cokro.
Sejak berdiri pada tahun 2017, kafe yang buka mulai pagi hingga malam itu tak pernah sepi pengunjung. Untuk melayani pelanggan, Aan bahkan mempekerjakan 14 karyawan.
Baru berjalan tiga tahun keadaan mendadak berubah. Serangan Corona memaksa masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah. Usaha yang digeluti Aan selama tiga tahun mendadak sepi.
"Puncaknya antara bulan Maret sampai April yang lalu. Paling parah itu," kenang Aan tentang masa-masa sulit yang dialaminya.
Seketika Aan harus memeras otak. Dia bimbang memilih antara terus bertahan dan melihat realitas yang sulit dijalani. Di sisi lain dia tak rela melihat karyawan kehilangan pekerjaan.
Tonton juga 'Dukung Usaha Mikro Bertahan Di Masa Pandemi':
Ia memutuskan melakukan penutupan satu unit usaha. Kini ayah tiga anak ini tinggal mengelola kafe di Jalan Cokro. Meski begitu Aan tak mau mengurangi jumlah tenaga.
"(Jumlah) tenaga tetap. Hanya jam kerja yang kita kurangi," paparnya.
Ternyata keputusan itu hanya menjadi solusi sesaat. Roda ekonomi yang terus melambat makin memperberat beban operasional perusahaan.
Akan tetapi, tekat Aan tetap bulat. Suami dari Liena Wahyu Madyaningrum itu memilih bangkit melawan keadaan. Baginya hanya keberanian yang membuat seseorang mampu bertahan.
"Saya cari-cari informasi di internet soal cara beternak kambing. Kok kayanknya menjanjikan. Terus saya beranikan diri konsultasi sama peternak yang sudah profesional," katanya.
Bermodal Rp 23 juta, Aan memulai langkah menjadi peternak. Dibelinya tiga ekor kambing betina jenis boer (pedaging). Dia sengaja membeli induk yang sudah bunting.
Selain untuk membeli bibit, dana yang dia miliki juga digunakan untuk pembuatan kandang. Dari 3 ekor indukan, kini sudah berkembang menjadi 12 ekor kambing.
"Dari 12 ekor itu sudah ada tiga ekor yang dibeli orang. Jadi sekarang tinggal 9 ekor," papar Aan yang baru lima bulan menjadi peternak.
Dipilihnya jenis kambing pedaging bukan tanpa alasan. Ternak yang semula diimpor dari Australia itu memiliki volume daging lebih banyak ketimbang kambing lokal.
Tentu saja, harga jualnya pun lebih mahal. Untuk anak kambing boer berusia 2 bulan, biasanya dibanderol Rp 2,5 juta. Sedangkan untuk jenis lokal, harga itu setara dengan kambing usia 1,5 tahun.
Kini kegiatan pria asal Bima, NTB itu bertambah. Tiap pagi agenda rutinnya membersihkan kandang. Berikutnya, Aan memastikan tiap ekor kambing mendapat jatah pakan yang sama.
Untuk mempercepat penggemukan, Aan memilih beberapa jenis pakan. Mulai konsentrat, serat daun hijau, hingga makanan kering berbahan kulit kacang hijau.
Untuk memenuhi kebutuhan pakan, Aan menyewa sebidang tanah di Desa Wonogondo, Kecamatan Kebonagung. Lahan tersebut lantas ditanami rumput jenis gajah.
"Semua saya kerjakan sendiri, termasuk ngarit (merumput). Hanya clean up kandang seminggu sekali saya minta tolong orang," ucapnya sembari menunjukkan telapak tangannya yang menebal lantaran kerap memegang gagang sabit.
Meski menekuni dunia peternakan, namun Aan belum sepenuhnya melepaskan bisnis kuliner. Siang hingga sore hari Aan berada di kafe. Menjelang maghrib dirinya pulang untuk memberi pakan kambing.
"Baru malam harinya saya ke kafe lagi. Memastikan semua berjalan. Begitu seterusnya hari-hari saya," tuturnya seraya tertawa.
Setidaknya, ada tiga manfaat yang membuatnya mantap berada di jalur peternakan. Seringnya berinteraksi dengan binatang peliharaan membuat Aan terhibur.
Banyaknya jaringan pertemanan, diakui Aan membuat dirinya memiliki akses belajar cukup luas. Sebagai pemula, dia merasa senang karena dapat menimba ilmu dari para peternak besar.
"Dan secara keuangan juga menghasilkan juga menghibur. Sampai lupa ada Corona, lupa resesi," imbuhnya.
Meski belum lama berjalan, hasil penjualan ternak Aan ternyata sudah mampu menopang biaya operasional kafe. Sebelumnya, wahana kuliner itu sempat mengalami penurunan omzet hingga 20 persen.
Kini Aan kembali merajut mimpi. Kelak dirinya berencana membangun komplek peternakan yang mampu menampung ratusan kambing. Obsesi lainnya adalah belajar mengolah limbah kandang menjadi pupuk organik.
"Menurut saya sih dalam situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini doing something lebih baik ketimbang terus complaining," pungkas pria yang kenyang pengalaman bekerja di sejumlah perusahaan swasta nasional itu.