Peristiwa tanah gerak terjadi di Desa Baturetno, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Struktur tanah di wilayah tersebut rawan gerak.
Hal itu disampaikan Pakar Geologi Universitas Brawijaya (UB) Profesor Adi Susilo. Ia mengatakan, peristiwa tanah gerak bukan kali pertama terjadi di Kecamatan Dampit.
Menurutnya, struktur tanah di wilayah tersebut berupa tanah lempung. Bukan bebatuan keras yang mampu menyangga beban di atasnya.
"Ini kejadian bukan pertama. Dulu di Desa Srimulyo pernah terjadi. Temuan kami karena struktur tanah di bawah permukaan berupa tanah lempung, bukan bebatuan keras," ujar Adi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (5/11/2020).
Adi menambahkan, tanah lempung ditemukan di kedalaman minimal 15 meter dari permukaan tanah. Dengan struktur tanah seperti itu, maka daerah tersebut rawan terjadi bencana tanah longsor maupun tanah gerak.
"Penelitian kami, dengan kedalaman belasan meter ditemukan tanah lempung. Bukan bebatuan keras. Sehingga rentan terjadinya pergeseran tanah," imbuh Ketua Pusat Studi Kebumian dan Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya ini.
Hujan yang turun dalam beberapa waktu terakhir, lanjut Adi, dapat menyebabkan tanah gerak atau pun tanah longsor. Retakan tanah akibat musim kemarau rentan teraliri air hujan, sehingga menggerus struktur tanah di bawahnya.
"Apalagi, struktur tanah kita temukan adalah tanah lempung yang memiliki sifat licin. Ketika ada bangunan atau beban di atasnya maka rentan terjadi pergeseran. Seperti kejadian di Baturetno itu," paparnya.
Menurut Adi, wilayah yang rawan longsor maupun tanah gerak mestinya tidak dibangun. Jika terlanjur, maka pemerintah daerah wajib membangun titik kumpul untuk antisipasi apabila terjadi bencana.
"Jika memang harus ada bangunan, maka harus ada titik kumpul. Sebagai tempat warga berlindung diri saat terjadi bencana," pungkas Adi.
Peristiwa tanah gerak terjadi di Desa Baturetno, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang pada Rabu (4/11) dini hari. Sebuah rumah nyaris roboh dan dua rumah lainnya juga terdampak.