Pandemi COVID-19, Proses Jamasan Pusaka Kiai Pradah Digelar Sederhana

Pandemi COVID-19, Proses Jamasan Pusaka Kiai Pradah Digelar Sederhana

Erliana Riady - detikNews
Selasa, 13 Okt 2020 10:00 WIB
mensucikan atau jamasan Kiai Pradah blitar
Warga berebut air bekas mensucikan pusaka (Foto: Erliana Riady/detikcom)
Blitar -

Akhir Oktober saatnya mensucikan atau jamasan Kiai Pradah. Namun karena masih pandemi COVID-19, agenda ini akan dilakukan secara tertutup dan sederhana.

Dalam satu tahun, jamasan Kiai Pradah dilakukan dua kali. Yakni setiap bulan Syawal dan Maulud. Momen ini banyak dinantikan kalangan masyarakat yang masih memegang keyakinan, jika air bekas jamasan gamelan berupa gong itu bertuah.

Tidak hanya bertuah sebagai pelaris dagangan, namun juga bertuah menjadi obat segala penyakit dan menyuburkan tanah pertanian. Tak heran setiap Kiai Pradah disucikan, ribuan orang dari berbagai daerah berbondong-bondong datang.

Acara ini juga berpotensi mendongkrak kunjungan wisata dan ekonomi warga Kabupaten Blitar. Dengan mempertahankan ritual kearifan lokal ini, roda perekonomian masyarakat sekitar terbukti meningkat pesat. Karena menjelang acara jamasan, selalu ditandai munculnya pasar rakyat selama satu bulan.

Namun karena saat ini pandemi COVID-19 belum terkendali, Disparbudpora Kabupaten Blitar tetap melaksanakan acara dengan menyesuaikan protokol kesehatan.

"Jamasan Kiai Pradah tetap jalan. Namun kami lakukan sederhana di ruangan tertutup, sehingga tidak mengundang kehadiran banyak orang," kata Kepala Disparbudpora Pemkab Blitar, Suhendro Winarso, Selasa (13/10/2020).

Ritual ini, jelas Suhendro, terbatas untuk para sesepuh di Lodoyo. Tanpa dihadiri para pejabat forkopimda seperti pada tahun-tahun sebelumnya.

"Ini adat ya, ada keyakinan ketika datang. Tapi situasi tahun ini, saya sangat yakin masyarakat sudah dewasa. Memikirkan tahu betul apa yang harus dilakukan. Sehingga ketika acara tidak mengundang mereka, itu bisa dipahami," tukasnya.

Tradisi lokal ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sejak tahun 2017 lalu.

Penetapan ini didasarkan pada proposal yang diajukan oleh Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Blitar dan Pemprov Jatim pada pemerintah pusat di tahun 2016 silam. Setelah melalui berbagai kajian, akhirnya Kemendikbud pun menyetujui usulan ini.

Kajian akademik itu meliputi tentang sejarah, prosesi ritual dan berbagai peralatan yang digunakan. Kajian ini dapat dibuka setiap saat. Namun dipastikan tidak akan mengalami pergeseran. Proposal juga diuji di depan sembilan pakar budaya untuk menggali potensi budaya yang ada.

Halaman 2 dari 2
(fat/fat)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.