Surabaya -
Ada beberapa berita di Jatim yang hari ini menuai banyak perhatian pembaca. Seperti soal Gubernur Khofifah yang mengirim surat ke Presiden meminta penangguhan UU Omnibus Law, hingga soal poster ajakan demo untuk pelajar.
Berikut rangkuman beritanya:
Khofifah Kirim Surat ke Presiden Minta Penangguhan UU Omnibus Law
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memenuhi tuntutan buruh, yang demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10). Ia mengirim surat ke Presiden RI Joko Widodo, meminta UU Cipta Kerja ditangguhkan.
"Bersama ini disampaikan kepada Bapak Presiden, bahwa kami atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Timur mewakili masyarakat pekerja buruh, mengajukan permohonan kepada Bapak untuk berkenan mempertimbangkan penangguhan pemberlakuan Undang-Undang Omnibus Law, yang telah memperoleh persetujuan bersama antara Pemerintah RI dengan DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2020. Demikian pemohonan kami, atas perkenan Bapak Presiden disampaikan terima kasih," tulis Khofifah dalam surat yang dikirim, seperti yang dilihat detikcom, Jumat (9/10/2020).
Surat permohonan penangguhan UU Omnibus Law diketahui ditujukan ke Presiden RI Joko Widodo dan Mendagri RI. Surat itu dibuat pada Kamis (8/10) dan ditandatangani langsung oleh Khofifah.
Sebelumnya diketahui, Khofifah menerima perwakilan buruh/pekerja. Lalu melakukan dialog dengan Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Ahmad Fauzi, Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jazuli, dan Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Achmad Soim.
"Aspirasi mereka yang meminta gubernur untuk berkirim surat resmi kepada Presiden Joko Widodo langsung saya penuhi. Hari ini surat dikirim melalui Mendagri," ungkap Khofifah dalam rilis yang diterima detikcom.
Khofifah mengatakan, isi surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, bahwa Pemprov Jawa Timur meneruskan aspirasi serikat buruh dan serikat pekerja untuk mengajukan permohonan penangguhan pemberlakuan Undang-undang Omnibus Law, yang telah memperoleh persetujuan bersama antara Pemerintah dan DPR RI.
Cerita Haru Ortu Jemput Anak yang Ditahan Gegara Demo Tolak UU Ciptaker
Puluhan orang tua mendatangi Polrestabes Surabaya sejak pagi. Mereka menjemput anak-anak mereka yang sempat diamankan dan ditahan oleh polisi pada saat demo tolak Omnibus Law UU Ciptaker kemarin.
Para orang tua tersebut harus ekstra sabar untuk bertemu dengan anaknya. Meski menunggu sejak pagi di luar gerbang Polrestabes Surabaya, baru siang hari, sekitar pukul 14.00 WIB, mereka bisa masuk setelah dipanggil oleh petugas penjagaan.
Para orang tua itu terlihat membawa akta, kartu keluarga, dan persyaratan lainnya yang dibutuhkan. Setelah didata dan membuat surat keterangan, para orang tua diperbolehkan membawa pulang anak-anaknya.
Salah satunya Suliati warga Karang Tembok, Semampir. Perempuan 43 tahun itu terlihat berkaca-kaca setelah bertemu anaknya dan membawanya pulang. Suliati mengatakan tadi malam dia mengaku mendatangi Polrestabes Surabaya hingga dini hari. Ia ingin mendapatkan kejelasan apakah anaknya berada di Polrestabes Surabaya atau tidak. Sebab sebelumnya ada yang memberi kabar jika anaknya diamankan di Polrestabes Surabaya.
"Ada yang ngabari, ada temannya yang sempat lolos (dari petugas). Ada yang ngabari, terus saya langsung lari ke sini (Polrestabes Surabaya). Nyampai di sini nggak boleh diambil. Nunggu proses katanya. Tapi kita namanya orang tua kan nggak enak, kita nunggu disini sampai jam 2 pagi. Tetap nggak boleh masuk, teman wartawan nggak boleh masuk, LBH nggak boleh masuk. Maksud saya ingin menjelaskan anak saya benar-benar di sini atau nggak. Iya jam 2 pulang karena diusir," ungkap Suliati kepada detikcom, Jumat (9/10/2020).
Suliati yang saat itu menjemput anaknya bersama suaminya mengaku jika anaknya diamankan polisi bersama 8 temannya di warung kopi di Jalan Rajawali, Surabaya. "Awalnya ya diajak teman," ujar Suliati.
Hal sama disampaikan Qoiriyah (52), warga Karang Tembok, Semampir yang juga terlihat menangis usai menjemput anaknya di Polrestabes Surabaya. Qoiriyah mengaku usai pulang sekolah, anaknya kemudian mengambil pakaian dan pamit ngopi bersama temannya.
"Pamitnya sama teman-teman ngopi setelah itu nggak tahu. Kemudian saya WA ( whatsApp) nggak ada jawaban. Terus jam 12 malam, ibu-ibu ini tahu saya nggak tahu. Terus tadi pagi saya tahunya lihat dari status, aku melekan di polres. Lho saya langsung teriak terkejut. Saya kalau urusan sama negara itu takut," ungkap Qoiriyah sambil menangis.
Setelah mengetahui itu, ia langsung mendatangi Polrestabes Surabaya bersama dengan ketua RT setempat menjemput anaknya di Polrestabes Surabaya. "Anak saya ini nggak pernah kemana-mana kok ngopi aja jauh sekali. Mungkin kemarin ibu-ibu tahu tapi nggak tega kasih tahu saya. Karena saya ini cuman berdua saja, suami nggak ada," tandas Qoiriyah.
Beredar Poster Ajakan Demo Omnibus Law untuk Pelajar Banyuwangi
Poster ajakan demo Ombibus Law untuk pelajar Banyuwangi beredar luas. Demo itu bakal digelar Senin (12/10) mendatang.
Poster ini bertuliskan 'Tolak Ruu Cipta Kerja!!! pelajar Banyuwangi bergerak Senin 12 Oktober 2020'. Dalam poster diterangkan, pelajar diwajibkan menggunakan baju hitam-hitam dengan titik aksi depan gedung DPRD. Mereka juga diwajibkan mematuhi protokol kesehatan.
Selain itu ada pula kalimat ajakan untuk berjuang bersama melawan dan membatalkan Ombibus Law dengan menggunakan hastag. Munculnya poster ini membuat aparat kepolisian melakukan penyelidikan. Tak hanya itu, polisi juga melakukan beberapa langkah untuk mengantisipasi adanya keterlibatan anak di bawah umur dalam demonstrasi.
"Kita masih melakukan penyelidikan siapa yang menyebar poster ajakan itu," ujar Kapolresta Banyuwangi Kombes Arman Asmara Syarifudin kepada detikcom, Jumat (9/10/2020).
Saat ini pihaknya juga sudah melakukan antisipasi dengan melakukan imbauan dan koordinasi dengan beberapa pihak. Seperti Dinas Pendidikan Provinsi Jatim Cabang Banyuwangi. Tak hanya itu, pihaknya juga melakukan imbauan kepada wali murid, untuk tidak mengizinkan anaknya yang masih pelajar ikut serta dalam aksi demo penolakan Omnibus Law.
"Sudah kita lakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan, wali murid, para guru dan kepala sekolah untuk tidak mengizinkan mereka ikut serta dalam demo penolakan Omnibus Law," tambahnya.
Menurut Kapolresta, keterlibatan anak di bawah umur dalam kegiatan demonstrasi dilarang sesuai dengan Pasal 87 UU 23 Tahun 2002. Sehingga bagi masyarakat yang mengajak anak di bawah umur akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Tak hanya itu, saat ini polisi juga gencar melakukan antisipasi penyebaran COVID-19.
"Tentu kita akan melakukan tindakan bagi siapa pun yang akan melibatkan anak di bawah umur. Khususnya pelajar dalam aksi unjuk rasa," lanjutnya.
Rencananya, para mahasiswa dan masyarakat Banyuwangi akan menggelar demo penolakan Omnibus Law. Surat izin kegiatan aksi itu pun sudah diterima aparat kepolisian. Namun sebelum aksi itu, muncul poster ajakan demo untuk pelajar.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini