Sejak pandemi COVID-19, salah satu sektor yang sangat terasa dampaknya adalah pariwisata, khususnya hotel. Bahkan tiga bulan pertama wabah sebagian besar menutup dan pada Juli mulai banyak yang membuka dengan protokol kesehatan ketat.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Dwi Cahyono mengatakan, terkait okupansi atau tingkat hunian hotel di Jatim bervariasi. Hal tersebut tergantung pada tiap wilayah di masing-masing daerah.
Sebelumnya, pada Februari lalu sempat mengalami penurunan hingga 10%. Kini sudah ada kenaikan okupansi sekitar 30 hingga 50%.
"Liburan sempat naik di daerah-daerah tujuan wisata, Malang Raya, Batu, Banyuwangi, Tretes, Pandaan. Tapi sekarang variasi sekali. Kalau Surabaya memang lumayan ada peningkatan, jadi untuk hunian 30%, kalau ada Meeting, Incentive, Conference dan Exhibition (MICE) 50%. Surabaya ada kenaikan, Pasuruan, Banyuwangi, Malang, Batu ada berapa kenaikan. Tapi memang variasinya tergantung pada status daerah. Tapi semuanya juga harus hati-hati, berusaha, seperti ini ada keputusan swab gini ya juga mulai bisa menurun lagi," kata Dwi saat dihubungi detikcom, Jumat (2/10/2020).
Perubahan warna zona pada wilayah juga berpengaruh. Seperti di Surabaya saat statusnya merah menurun 30 hingga 50%. Tetapi saat ini rata-rata untuk Jatim sudah menunjukkan kenaikan okupansi.
Menurut Dwi, tidak bisa tingkat hunian disamaratakan di tiap daerah di Jatim. Tergantung pada lokasi wilayah status daerah tersebut, sehingga menjadi fluktuatif naik turunnya.
Sementara untuk perang tarif, Dwi mengatakan, masih wajar dan tidak sampai terjun bebas. PHRI Jatim juga tidak menganjurkan perang harga, tetapi lebih pada service untuk tamu.
"Kalau ada, pelayanan lebih dengan protokol kesehatan dan kelebihannya apa? Kalau harga diturunkan pun, kalau kesiapan hotel tidak untuk protokol kesehatan, tamu juga takut," ujarnya.
Penurunan harga sendiri, kata Dwi, jika virtual hotel operation (VHO) yang dioperasikan menjalin kerja sama, sedikit kesulitan mengontrol harga. Namun jika anggota PHRI akan dikontrol agar tidak sampai terjun bebas.
"Kalau VHO dari yang dioperasikan itu yang kerja sama memang agak kesulitan mengontrol harga, mereka bisa turunkan sampai tidak wajar untuk operation cost. Tapi sejauh anggota PHRI Jatim kita kontrol dengan harga yang wajar," kata dia.
Masing-masing harga hunian hotel bintang dua dan tiga berkisar Rp 300 - 500 ribu, bintang empat Rp 750 ribu dan bintang lima Rp 1 juta. Baginya turunnya harga masih terhitung wajar, hanya sekian persen.
"Protokol kesehatan itu kan butuh biaya, beli APD, hand sanitizer, face shield, pembersihan. Kalau dijual terlalu rendah kita takutnya protokol kesehatan diabaikan. Jadi betul-betul sesuai operasional cost. Kita optimis pariwisata akan berjalan kembali, kita persiapkan. Tetap jaringan kita update terus. Kebanyakan konsumen suka dan senang, betul-betul aware pada konsumen, kesehatan dan bisnis," pungkasnya.