Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Jombang Yulius Sigit Kristanto mengatakan, penanganan kasus ini untuk menjawab masalah kelangkaan pupuk bersubsidi yang terjadi di Kota Santri. Oleh sebab itu, pihaknya menggelar penyelidikan terhadap penyaluran pupuk bersubsidi sejak sekitar 6 bulan yang lalu.
"Tanggal 21 September kemarin kami keluarkan surat perintah penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi pada penyaluran pupuk bersubsidi di Jombang tahun 2019. Kami melakukan serangkaian tindakan penyidik, seperti penggeledahan, penyitaan, penangkapan dan lain sebagainya guna mencari alat bukti berupa keterangan saksi, dokumen, surat, keterangan ahli untuk menetukan siapa tersangkanya," kata Sigit saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (29/9/2020).
Sigit menjelaskan pihaknya menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan karena telah menemukan sejumlah indikasi tindak pidana korupsi dalam penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Jombang tahun 2019. Salah satunya diduga terjadi manipulasi data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) terhadap pupuk bersubsidi tahun lalu.
"Kami sudah mengumpulkan beberapa data akurat terkait ada dugaan pemalsuan pada saat pembuatan RDKK. Ke depannya kami mencari alat bukti untuk menentukan siapa tersangkanya," tegasnya.
Tahun lalu, lanjut Sigit, Kabupaten Jombang mendapatkan jatah sekitar 102.303 ton pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat. Pupuk bersubsidi itu disalurkan untuk 76.208 petani. Namun setelah didistribusikan ke para petani, pupuk tersebut masih banyak tersisa.
"Ketika pupuk disalurkan, masih ada sisa stok pupuk. Logikanya kan tidak mungkin tersisa, harusnya sesuai kebutuhan petani," terangnya.
Jika sesuai aturan, kata Sigit, seharusnya jatah pupuk bersubsidi untuk para petani di Kabupaten Jombang tidak tersisa setelah dibagikan seluruhnya. Karena pemerintah mengalokasikan pupuk bersubsidi sesuai usulan dari para petani. Pengajuan kebutuhan pupuk bersubsidi secara berjenjang dari petani sampai pemerintah pusat.
"Aturan mainnya, petani mengajukan RDKK ke kelompok, kelompok ke gabungan kelompok tani (Gapoktan) diketahui PPL. Diajukan bertingkat dari kecamatan, ke kabupaten, provinsi, lalu ke pusat. Kemudian ada SK alokasi. Faktanya tidak, yang membuat (RDKK) justru orang-orang yang mengawasi yakni PPL. Seharusnya mereka menerima usulan, mengecek kebenarannya dan sebagainya," ungkap Sigit.
Tidak hanya itu, tambah Sigit, pihaknya juga menemukan indikasi pupuk bersubsidi di Kabupaten Jombang dijual di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. "Ada juga indikasi pupuk bersubsidi dijual di atas HET, itu yang sedang kami teliti," jelasnya.
Pada tahap penyidikan, tim dari Seksi Pidana Khusus Kejari Jombang telah menggeledah 4 tempat untuk mencari barang bukti. Yakni kantor Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, kantor Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), kantor Kecamatan Mojoagung, serta salah satu distributor pupuk bersubsidi.
"Penggeledahan kemarin itu menjadi bagian dari proses penyidikan kami untuk menemukan barang bukti," tandasnya. (iwd/iwd)