"Dampaknya jelas, masyarakat semakin bingung, siapa yang diusung PDIP. Akhirnya, mereka lebih melihat siapa calon yang sudah siap dan hanya satu ya saat ini di Surabaya cuma Pak Machfud Arifin-Mujiaman karena independen kan sudah gugur," kata Pakar Psikologi Politik Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (UNTAG) Andik Matulessy saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (1/9/2020).
Andik menjelaskan banyak masyarakat yang bingung dengan proses berbelit-belit yang ditunjukkan PDIP soal rekom Cawali-Cawawali yang mereka usung di Surabaya. Terutama pada swing voters, yang kemungkinan tidak akan melihat calon dari PDIP karena melihat proses yang berbelit-belit.
"Surabaya ini sebenarnya spesial juga, sampai Sekjen turun tangan. Masalahnya, publik ini juga menunggu. Sampai dispesialkan, hingga hari ini belum turun. Masyarakat akhirnya sudah menentukan pilihan ke kompetitor. Belum lagi swing voters yang malah saya rasa sudah menentukan pilihannya ke calon yang benar-benar sudah siap," jelasnya.
Meski banyak pemberitaan soal PDIP di berbagai media massa, hal itu tidak lantas berdampak positif terhadap popularitas calon. Andik menilai hal itu sebagai pisau bermata dua.
"Terkait dengan pemberitaan tentang PDIP yang berkali-kali menunda mengeluarkan kandidat calon wali kota akan meningkatkan keinginan publik untuk mencari berita dari kandidat yang diusungnya. Itu positifnya. Namun negatifnya bisa menimbulkan persepsi yang liar dari penyebab penundaan itu," terangnya.
Andik menjelaskan waktu yang dimiliki oleh calon yang diusung PDIP tergolong singkat. Apalagi, molornya rekom berdampak pada kepercayaan publik terhadap calon PDIP.
"Sekarang ini kan berbagai spekulasi berkembang di masyarakat. Persepsi mereka bermacam-macam, ada yang berpikir PDIP condong ke faksi Risma, ada yang berpikir PDIP tidak solid, lantas akhirnya masyarakat akhirnya lebih memilih calon lain yang lebih solid. Dalam hal ini ya pesaing PDIP, ya Pak Machfud Arifin-Mujiaman," tegasnya.
"Yang jelas ini tugas berat kepada calon yang diusung oleh PDIP. Calon lain sudah selangkah lebih maju dan sudah dikenali masyarakat. Minimal masyarakat tahu, oh orang itu calon wali kota. Dan PDIP molor, orang sudah terlanjur memilih," pungkasnya. (iwd/iwd)