Stunting merupakan pertumbuhan tubuh dan otak anak yang kurang maksimal akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Gambaran jumlahnya, satu dari tiga balita di Indonesia mengalami stunting.
Itu membuat stunting masih menjadi masalah gizi utama di Indonesia. Meski berkaitan dengan kekurangan gizi, namun faktor pemicu stunting sangat beragam.
Dalam penelitian disertasi baru-baru ini, Ahli Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Siti Rahayu Nadhiroh SKM MKes mengatakan, stunting atau rendahnya pertumbuhan bayi (kerdil) dapat disebabkan oleh kombinasi anemia dan asap rokok saat masa kehamilan. Menurutnya, bayi dengan paparan kombinasi tersebut memiliki skor pertumbuhan linier atau panjang badan lebih rendah.
"Bayi dengan paparan kombinasi asap rokok dan anemia kehamilan juga memiliki skor perkembangan motorik paling rendah, dibandingkan bayi non paparan dan paparan tunggal (anemia kehamilan saja atau asap rokok saja, red). Kondisi ini bila berlangsung terus-menerus, maka bayi berisiko mengalami stunting," kata Nadhiroh dalam keterangan pers yang diterima detikcom, Selasa (11/08/2020).
Dalam penelitian disertasinya itu, Nadhiroh menyampaikan, bayi dengan paparan kombinasi anemia kehamilan dan asap rokok memiliki skor pertumbuhan linier lebih rendah secara signifikan, sebesar 11,4 poin. Sedangkan, panjang badan menurut umur juga lebih rendah secara signifikan 0,8 poin dibandingkan bayi yang tidak terpapar.
Sedangkan pada perkembangan motorik, bayi memiliki skor motorik lebih rendah yakni 6,8 poin, jika dibandingkan bayi tanpa paparan.
"Ini terjadi pada bayi yang terpapar asap rokok saat kehamilan hingga usia enam bulan dan ditambah ibu mengalami anemia saat kehamilan," ujarnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 163 ibu hamil di tujuh Puskesmas di Jakarta, sepertiga ibu hamil di antaranya memiliki anemia. Sedangkan sepertiga bayi yang terpapar asap rokok dan kurang dari 10 persen bayi terpapar keduanya.
"Selain itu, seperempat bayi juga mengalami risiko perkembangan motorik yang lambat," ucapnya.
Hasil penelitian ini tentu saja menjadi sinyal kurang baik bagi upaya penurunan stunting yang tengah digencarkan. Nadhiroh menyarankan perlunya integrasi program pengendalian rokok dengan program kesehatan ibu anak.
"Khususnya pada ibu hamil dan bayi di bawah dua tahun dalam upaya memenuhi target penurunan stunting di Indonesia," pungkasnya.