Pemprov Jatim Sering Memediasi Konflik Bupati Jember dengan DPRD, Hasilnya?

Pemprov Jatim Sering Memediasi Konflik Bupati Jember dengan DPRD, Hasilnya?

Faiq Azmi - detikNews
Sabtu, 25 Jul 2020 08:38 WIB
Bupati Jember Faida
Bupati Faida (Foto: Yakub Mulyono)
Surabaya - DPRD Jember melakukan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) yang kemudian berujung pada pemakzulan pada Bupati Jember Faida. Kepala Inspektorat Jatim Helmi Perdana Putra mengatakan pihaknya sudah berulang kali memediasi antara Bupati dan DPRD Jember, namun hasilnya nihil.

"Saya baca dari media, yang terbaru Mendagri suruh gubernur mediasi lagi antara bupati dan DPRD Jember. Masalahnya sudah jelas, kita sudah mediasi tapi hasilnya masih begitu saja," ujar Helmi di Kantor Gubernur Jatim, Sabtu (25/7/2020).

Menurut Helmi, Bupati Jember sudah jelas melakukan kesalahan baik di mata politis dan administrasi. Untuk politis, DPRD Jember menilai Bupati Jember melanggar sumpah jabatan. Di sisi administrasi, Bupati Faida melanggar peraturan perundang-undangan.

"Apa yang harus dimediasi lagi, harusnya sudah ada keputusan dari Mendagri, karena kesalahannya sudah jelas. Sekarang bolanya di Mendagri, tinggal gimana mereka, apalagi kemarin ada pemakzulan, bagaimana sikap Pak Mendagri. Masalahnya sudah jelas antara politis dan administrasi," jelasnya.

Helmi menjelaskan selama berbulan-bulan pihaknya terus memediasi. Tetapi tidak pernah ada titik temu antara DPRD Jember dengan Bupati Faida.

Dalam permasalahan ini, Inpektorat Jatim melihat dua mitra yang bermasalah tersebut. Menurut Helmi, ego dari Bupati Faida tinggi.

"Kita sudah cukup mediasi. Kita lihat siapa yang salah di antara keduanya. Karena secara politis dan administrasi ada kesalahan. Karena tidak harmonisnya kedua ini. Susah kalau harmonis, waktu terus berjalan, kita sudah coba berkali-kali dipanggil pusat, daerah, dan gak bisa emang. Kita sudah cukup fasilitasi," jelasnya.

Menurut Helmi, sejak Faida menjabat Bupati Jember, hubungan antara eksekutif dengan legislatif tidak harmonis. Khususnya masalah APBD yang selalu telat dalam 4 tahun terakhir.

"Terkait APBD, mereka punya kepentingan masing-masing. Itu yang susah disatukan. Kepentingan itu terkait besarnya pembagian anggaran antara eksekutif dan legislatif. Salah satunya tunjangan DPRD, karena daerah lain sekian, di sini kok paling kecil se-Indonesia. Itu yang terkemuka," terangnya.

"APBD sampai terlambat. Hal ini terjadi karena adanya upaya-upaya egoisme dari bupati. Kita ke lapangan dan kita catat," imbuhnya.

Helmi menambahkan proses mediasi yang dilakukan pihaknya atas perintah Mendagri selalu mentok. Beberapa kali Faida mengklaim masalah telah selesai, namun kenyataannya tidak.

"Terbukti ketika bupati ditanya, ngomongnya sudah. Tapi saat kami cek fisiknya nggak sama. Tindak lanjutnya tidak sama. Kalau bupati kan bisa aja bilang sudah selesai, padahal isinya tidak sesuai," pungkasnya. (iwd/iwd)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.