"Setiap hari jaga warung dan menemani anak belajar. Buka link soal-soal dan kasih penjelasan kalau anak saya nggak ngerti," kata Restu di warungnya yang terletak di Kelurahan Bangilan, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Kamis (23/7/2020).
Sejak Maret sekolah-sekolah di Pasuruan menerapkan sistem belajar daring. Sekolah-sekolah mengirimkan link modul pelajaran ke wali murid, atau meminta wali murid mengambil modul hard copy ke sekolah.
"Sekolah kirim link soal ke WhatsApp," terang Restu.
Riris, sapaannya, mengatakan selain berat membagi waktu melayani pembeli dan menemani anaknya, belajar daring memberatkan secara ekonomi. Ia harus menyisihkan uang untuk membeli data.
"Berat juga pulsanya. Seminggu isi dua kali. Biasanya (sebelum pandemi) sebulan dua kali," terangnya.
Setiap minggu Riris merogoh kocek Rp 54 ribu untuk dua kali pembelian data. Sebulan ia habiskan Rp 216 ribu khusus untuk belajar daring.
"Bagi saya ya besar itu," imbuhnya.
Riris mengaku beruntung masih memiliki gawai yang memadai untuk belajar daring serta membeli data. Menurut dia, beberapa wali murid harus nebeng karena tidak sanggup beli data.
"Ada yang HP-nya nggak bisa untuk buka, ada yang nggak bisa beli pulsa. Ya nunut (nebeng)," ungkapnya.
Riris mengakui peran ganda yang dia jalani sangat berat. Apalagi sudah berlangsung 4 bulan. Namun ia dengan sabar melakukannya demi pendidikan anaknya.
"Ya memang keadaannya begini," ungkapnya.
Ia berharap pandemi segera berlalu sehingga situasi kembali normal. "Pinginnya kembali ke sekolah. Sudah capek 4 bulan begini. Anak juga sudah kangen ketemu teman-temannya," ungkapnya.
Quanesa Azalea, anaknya yang setiap hari di warung juga mengatakan hal yang sama. Bocah 9 tahun ini sudah kangen ruang kelas dan teman-tamannya.
"Pengen sekolah (tatap muka), ketemu teman," ujarnya.
Tonton video 'Bawaslu Ungkap Kelebihan dan Kekurangan Kampanye Daring:
(iwd/iwd)