Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengeluarkan surat edaran (SE) terkait pedoman pelaksanaan Idul Adha. SE nomor 003.2/6362/436.8.4/2020 itu mengatur soal protokol kesehatan Idul Adha.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto menjelaskan, ada lima poin yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Idul Adha di masa pandemi COVID-19. Yaitu takbir, salat Idul Adha, penjualan hewan kurban, pemotongan hewan kurban dan pendistribusian daging kurban.
"Pertama, takbir dapat dilaksanakan di masjid, musala, kantor, dan rumah. Kegiatan takbir keliling atau kegiatan takbir cukup dilakukan di masjid dengan menggunakan pengeras suara dan harus selalu memperhatikan protokol kesehatan," kata Irvan seperti dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (21/7/2020).
Kedua terkait pelaksanaan salat Idul Adha. Harus menyiapkan petugas untuk melakukan pengawasan penerapan protokol kesehatan di area tempat pelaksanaan salat Idul Adha. Petugas juga memastikan seluruh area bersih dan higienis. Harus membatasi jumlah pintu atau jalur keluar masuk tempat pelaksanaan ibadah, harus menyediakan fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan dispenser pembersih tangan mengandung alkohol (hand sanitizer), menyediakan alat pengecekan suhu di pintu atau jalur masuk.
"Jika suhu tubuh terdeteksi lebih dari 37,5 derajat celsius, dianjurkan untuk ke dokter dan salat di rumah," jelas Irvan.
Selain itu, harus selalu jaga jarak (physical distancing) paling sedikit satu meter dengan memberikan tanda khusus. Lalu mempersingkat pelaksanaan salat dan khutbah Idul Adha tanpa mengurangi ketentuan syarat dan rukunnya. Kemudian menyerukan kepada khatib salat Idul Adha di mana pun untuk membacakan doa dalam khutbahnya. Memohon kepada Allah SWT agar segera dibebaskan dari wabah COVID-19.
"Tidak mewadahi sumbangan atau sedekah jemaah dengan cara menjalankan kotak, karena akan berpindah-pindah tangan rawan terhadap penularan penyakit," terangnya.
Saat pelaksanaan salat, jemaah juga harus membawa sajadah, menggunakan masker sejak keluar rumah dan selama berada di area tempat pelaksanaan salat. Lalu menjaga kebersihan tangan, menghindari kontak fisik, seperti bersalaman dan berpelukan, menjaga jarak antar jemaah paling sedikit satu meter.
"Kami juga mengimbau untuk tidak mengikuti salat Idul Adha berjamaah bagi anak-anak yang berusia di bawah dari lima tahun dan jemaah lanjut usia (lansia) di atas 65 tahun yang rentan tertular penyakit," jelasnya.
Sedangkan bagi jemaah yang berstatus sakit diminta untuk salat di rumahnya masing-masing atau di tempat karantina. Pelaksanaan salat Idul Adha di masjid membatasi jumlah jemaah 50 persen dengan mengatur jarak paling sedikit satu meter dan pelaksanaan salat di lapangan atau ruang terbuka dilaksanakan dengan mengatur jarak paling sedikit satu meter pula.
Ketiga, untuk penjualan hewan kurban harus memenuhi beberapa syarat. Yaitu lokasi penjualan hewan kurban diupayakan tersebar di setiap wilayah kecamatan dan memenuhi syarat keamanan dan kesehatan lingkungan. Kemudian penjualan hewan kurban dilakukan di tempat yang telah mendapatkan izin dari camat atas rekomendasi lurah di wilayah penjualan.
"Penjualan hewan kurban dioptimalkan dengan memanfaatkan teknologi daring," tambahnya.
Selanjutnya, untuk pengaturan tata cara penjualan harus memperhatikan luasannya. Yaitu untuk sapi dengan ukuran 2 x 1 meter dan untuk kambing 1,5 x 1 meter. Pemberlakuan waktu penjualan mulai pukul 07.00 - 22.00 WIB.
"Pintu masuk dan keluar harus satu arah dan jarak antarorang di dalam lokasi penjualan paling sedikit satu meter," kata Irvan.
Para penjual juga harus menyiapkan tempat cuci tangan dan atau menggunakan hand sanitizer. Penjual dan calon pembeli hewan kurban harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker dan face shield bila diperlukan selama di tempat penjualan.
"Setiap hewan kurban yang dijual sudah dilakukan cek kesehatan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP)," jelas Irvan.
Keempat, untuk kegiatan pemotongan hewan kurban harus dilakukan di fasilitas pemotongan Rumah Potong Hewan (RPH), masjid, musholla dengan memperhatikan protokol kesehatan dan lokasi yang terbuka. "Pemotongan dilakukan selama hari tasyrik (3 hari setelah salat Idul Adha)," papar Irvan.
Di samping itu, harus mengatur dan membatasi jumlah orang yang melakukan pemotongan hewan kurban. Untuk satu ekor sapi terdiri dari 5-7 petugas dan satu ekor kambing terdiri dari 2-3 petugas. Petugas pemotong ini harus jarak paling sedikit satu meter dan tidak saling berhadapan antara petugas yang melakukan pengulitan, pencacahan dan pengemasan daging.
"Petugas harus mengenakan APD, berupa masker, face shield dan sarung tangan sekali pakai," lanjut Irvan.
Irvan juga memastikan bahwa para petugas pemotong hewan kurban harus selalu mematuhi protokol kesehatan seperti pengecekan suhu tubuhnya, cuci tangan, memperhatikan etika batuk, bersin dan meludah. Bahkan, harus selalu membersihkan tempat pemotongan baik sebelum maupun sesudah pemotongan.
"Petugas pemotong hewan juga harus membersihkan diri (mandi dan mengganti pakaian) usai pemotongan, dan setiap penanggung jawab kegiatan harus membentuk kepanitiaan dan bertanggungjawab penuh," tegas Irvan.
Kelima, pendistribusian hewan kurban dilakukan oleh panitia ke rumah penerima daging kurban (mustahik). Makanya, panitia dilarang untuk menyebarkan atau menggunakan kupon pada saat pengambilan daging kurban yang mengakibatkan kerumunan orang. Bahkan, daging kurban dikemas dalam bungkus kemasan daun dan atau besek.
"Petugas pendistribusian wajib memakai masker, face shield bila diperlukan, dan sarung tangan serta tidak boleh bersentuhan langsung dengan penerima daging kurban," imbuhnya.
Sedangkan jika penerima daging kurban itu adalah OTG, ODP, atau PDP dengan gejala ringan serta orang konfirmasi positif dengan gejala ringan atau tanpa gejala, maka petugas pembagian daging kurban menempatkan pada lokasi yang aman. "Tujuannya untuk menghindari bersentuhan langsung dengan penerima daging kurban," pungkas Irvan.