Pro Kontra Pekerja Luar Surabaya soal Wajib Tunjukkan Bukti Non-COVID-19

Pro Kontra Pekerja Luar Surabaya soal Wajib Tunjukkan Bukti Non-COVID-19

Esti Widiyana - detikNews
Kamis, 16 Jul 2020 14:30 WIB
Pemudik di Stasiun Gubeng
Ilustrasi Stasiun Gubeng (Foto: Hilda Meilisa Rinanda/detikcom)
Surabaya -

Pemkot Surabaya mengeluarkan revisi Perwali Surabaya No 33 Tahun 2020 tentang new normal dari Perwali No 28 Tahun 2020. Salah satu isinya menerangkan, seluruh pekerja yang keluar masuk Surabaya harus berstatus non-COVID-19.

Revisi perwali ini pun mendapat tanggapan bebeda-beda dari para pekerja yang bahkan setiap hari harus pulang pergi (PP) daerahnya menuju Surabaya. Respon dari para pekerja pun mulai pro hingga kontra.

Pekerja asal Jombang, Riswanda Ariseno (26) setuju dengan perwali No. 33 yang telah direvisi tersebut. Menurutnya, hal itu sebagai screening saat masuk daerah lain dan dapat merasa aman karena dirinya telah dikatakan aman dari COVID-19.

"Iya, setuju dong. Justru bukti hasil non-COVID-19 itu sangat penting kalau mau pergi atau bekerja ke daerah lain. Karena pandemi ini tidak hanya ada di satu daerah tapi di seluruh Indonesia, jadi wajar untuk memastikan semua orang yang masuk apa lagi ke daerah zona merah untuk menunjukkan hasil negatif," kata Riswanda kepada detikcom, Kamis (16/7/2020).

Penunjukan hasil rapid test juga bisa menghindari adanya penularan dan menularkan virus Corona. Sebab, tak hanya dari pemerintah dan medis saja yang memiliki peran besar dalam menghentikan pandemi, tetapi juga masyarakat.

"Saya yakin, pemerintah dan medis sudah berusaha dan berjuang mati-matian, maka masyarakat juga harus ikut membantu agar pandemi tidak terus berkelanjutan. Saya juga ingin kerja dan hidup normal seperti dulu tanpa takut ada virus," jelasnya.

Sebaliknya, pekerja asal Kota Mojokerto, Hendra Purwanto Utomo (23) merasa keberatan dengan revisi perwali No. 33 itu. Menurutnya itu sangat membebani pekerja dari luar Surabaya denganrapid test yang harganya tidaklah murah.

"Tidak setuju, menurut saya jika setiap kali PP ke Mojokerto harus membawa surat rapit tes ini sangat membebani masyarakat. Karena biaya rapid test sendiri yang saya tahu masih tergolong mahal sekitar Rp 350.000," kata Hendra.

Terlebih masa berlaku rapid test hanya 14 hari. Artinya, dalam satu bulan dia harus mengeluarkan biaya Rp 750.000. Sedangkan gajinya saja kurang dari UMR Surabaya dan kebutuhan hidupnya juga tidak sedikit.

"Mungkin jika peraturan itu terus berlaku masyarakat akan sangat terbebani. Kecuali jika biaya rapid test keseluruhan ditanggung oleh pemerintah sih masih bisa dipertimbangkan," ujarnya.

Hal yang sama juga dikatakan Saputra, pekerja asal Sidoarjo yang harus PP Sidoarjo-Surabaya. Dia merasa keberatan dengan kebijakan Perwali Surabaya ini. Sebab kebijakan dirasa mendadak.

"Terkesan mendadak. Butuh kejelasan teknis. Yang nanggung juga siapa, kalau misalkan saya reaktif nggak bisa kerja, siapa yang menafkahi keluarga saya," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.