"Sekarang pilihannya masih masa transisi atau masuk new normal. Saya rasa fokusnya adalah bagaimana pemerintah memberikan implementasi yang jelas dalam peraturan bisa perwali atau perbup. Harus ditegaskan sanksinya, kalau gak ya gak bakal selesai COVID-19 ini," kata Ketua IDI Jatim dr Sutrisno kepada detikcom, Senin (22/6/2020).
Sutrisno menjelaskan saat ini keadaan rumah sakit rujukan di Surabaya Raya dalam kondisi penuh pasien. Pemerintah diminta mempertimbangkan aspek kesehatan masyarakat dan kondisi medis serta rumah sakit.
"Pemerintah harus mempertimbangkan fakta yang ada bahwa banyak pasien yang memiliki gejala COVID-19 artinya belum confirm memenuhi rumah sakit dan itu membuat membludak. Lalu juga ada pasien dengan gejala berat yang memerlukan ventilator jumlahnya semakin banyak dan naik terus tiap harinya," jelasnya.
Sutrisno menyatakan bahwa Rate of Transmission (RT) Horizontal di Surabaya masih tinggi. Hal ini dikarenakan pergaulan dan hubungan jarak dekat manusia yang masih erat sehingga tidak menurunkan angka RT.
"Artinya kasus penularan infeksi tetap tinggi di Surabaya Raya. Harusnya kacamata medis menjadi pertimbangan serius pemerintah. Mengingat, banyak tenaga kesehatan, tidak hanya dokter, perawat, bahkan tenaga administrasi juga banyak yang tertular dan jatuh sakit,' kata Sutrisno.
"IDI Jatim kalau melihat dari berbagai variabel, sebenarnya new normal ini belum waktunya, masih belum layak lah Surabaya Raya New Normal. Meskipun RT nya kadang di bawah 1 tapi variabel lain masih belum. Masa transisi disarankan memang diperpanjang, tapi yang terpenting adalah penegakkan disiplin. Disiplin masyarakat menggunakan masker, keluar rumah sesuai kebutuhan dan yang paling utama melindungi yang komorbid juga sanksi dipertegas," pungkasnya.
Data hingga Minggu (21/6), ada 3.805 kasus COVID-19 yang masih aktif di Surabaya Raya. (iwd/iwd)