Dr Soetjipto yang tampak dalam foto pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan memiliki ilmu dasar kesehatan. Namun pada masa revolusi kemerdekaan ia pernah menjadi intelijen.
Kegiatan intelijen yang dilakukan Eisei Chudanco dr Soetjipto tampak dari jabatannya di masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Dia berperan sebagai Kepala SOI, kepala bagian siasat intelijen pertama dalam susunan Mabes Umum Tentara, di bawah Panglima Besar Soedirman sebagai Kepala Intelijen Pertama dan Kepala Polisi Militer Pertama (Polisi Tentara).
Pria kelahiran Jember, 3 Juli 1915 itu sebagai perwira PETA dengan pangkat Eisei Chudanco atau perwira kesehatan di Daidan 1 Jakarta. Tak banyak literasi tentang kegiatan intelijennya. Namun berdasarkan kesaksian pelaku peristiwa penculikan Rengasdengklok dan pembacaan teks Proklamasi di Pegangsaan Timur, dokter Tjipto sebagai pengatur skenarionya.
"Seorang intelijen disebut tidak berhasil kalau kegiatan dia sampai terdokumentasi dengan baik. Intelijen itu bekerja dalam senyap dan tidak berbekas. Makanya kenapa minim sekali yang menceritakan Dokter Tjipto ini. Tapi jabatannya di masa revolusi sebagai Kepala SOI menunjukkan bahwa dia memang seorang intelijen walaupun gelar keilmuannya sebagai dokter kesehatan," ujar Sejarawan Rusdhy Hoesein kepada detikcom, Minggu (21/6/2020).
Dalam dokumen Yayasan PETA (Yapeta) diterangkan, dr Soetjipto mewakili PETA bersama Urip Sumoharjo membentuk kepengurusan TKR/TRI pada Oktober 1945, yang merupakan embrio TNI. Dokter Tjipto ditugaskan pada bagian strategi dan intelijen. Kemudian di masa revolusi, berperan sebagai Kepala SOI atau bagian siasat operasi intelijen.
Kemudian pada masa perang gerilya 1948-1949, dokter Soetjipto berada di Wehrkreise V dan VI. Yaitu di daerah Prambanan Utara dan Klaten Utara sebagai dokter gerilya.