Dr Soetjipto, Dokter yang Pernah Jadi Intel Saat Revolusi Kemerdekaan

Dr Soetjipto, Dokter yang Pernah Jadi Intel Saat Revolusi Kemerdekaan

Erliana Riady - detikNews
Senin, 22 Jun 2020 14:25 WIB
Dr Soetjipto yang tampak dalam foto pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan memiliki ilmu dasar kesehatan. Namun pada masa revolusi kemerdekaan ia pernah menjadi intelijen.
Piagam penghormatan dari Presiden Soeharto untuk dr Soetjipto/Foto: Erliana Riady
Blitar -

Dr Soetjipto yang tampak dalam foto pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan memiliki ilmu dasar kesehatan. Namun pada masa revolusi kemerdekaan ia pernah menjadi intelijen.

Kegiatan intelijen yang dilakukan Eisei Chudanco dr Soetjipto tampak dari jabatannya di masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Dia berperan sebagai Kepala SOI, kepala bagian siasat intelijen pertama dalam susunan Mabes Umum Tentara, di bawah Panglima Besar Soedirman sebagai Kepala Intelijen Pertama dan Kepala Polisi Militer Pertama (Polisi Tentara).

Pria kelahiran Jember, 3 Juli 1915 itu sebagai perwira PETA dengan pangkat Eisei Chudanco atau perwira kesehatan di Daidan 1 Jakarta. Tak banyak literasi tentang kegiatan intelijennya. Namun berdasarkan kesaksian pelaku peristiwa penculikan Rengasdengklok dan pembacaan teks Proklamasi di Pegangsaan Timur, dokter Tjipto sebagai pengatur skenarionya.


"Seorang intelijen disebut tidak berhasil kalau kegiatan dia sampai terdokumentasi dengan baik. Intelijen itu bekerja dalam senyap dan tidak berbekas. Makanya kenapa minim sekali yang menceritakan Dokter Tjipto ini. Tapi jabatannya di masa revolusi sebagai Kepala SOI menunjukkan bahwa dia memang seorang intelijen walaupun gelar keilmuannya sebagai dokter kesehatan," ujar Sejarawan Rusdhy Hoesein kepada detikcom, Minggu (21/6/2020).

Dalam dokumen Yayasan PETA (Yapeta) diterangkan, dr Soetjipto mewakili PETA bersama Urip Sumoharjo membentuk kepengurusan TKR/TRI pada Oktober 1945, yang merupakan embrio TNI. Dokter Tjipto ditugaskan pada bagian strategi dan intelijen. Kemudian di masa revolusi, berperan sebagai Kepala SOI atau bagian siasat operasi intelijen.

Kemudian pada masa perang gerilya 1948-1949, dokter Soetjipto berada di Wehrkreise V dan VI. Yaitu di daerah Prambanan Utara dan Klaten Utara sebagai dokter gerilya.


"Dokter Soetjipto berdinas di Markas Besar Tentara TNI di Yogya. Kesatuan SOI. Tahun 1947 itu pangkatnya Kolon TNI merangkap SOI dan Kepala Polisi Militer," tambah Rusdhy.

Dengan demikian, lanjutnya, bisa dikatakan bahwa dr Soetjipto merupakan pelopor badan intelijen dan polisi militer di Indonesia.

Dokter Soetjipto mendapat beragam penghargaan dari pemerintah. Di antaranya Veteran Pedjuang Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1973. Mendapat tanda kehormatan Satya Lencana Peristiwa Perang Kemerdekaan II yang ditandatangani Wapangab Menhankam Laksmana TNI Sudomo pada 1978. Dan selalu diundang pada pertemuan PETA KAI di Tokyo, Jepang sampai tahun 1980.


Karir militer dr Soetjipto tak terdokumentasi dengan jelas. Namun sejak tahun 1949-1950 dia berperan sebagai dokter PMI di Yogya dan merangkap sebagai dokter urusan penderita cacat di Solo dan Yogya. Tahun 1964-1967 IA menjadi Inspektur Kesehatan Sumatra Utara. Tahun 1966-1970 sebagai anggota DPR GR dan MPR.

Dua tahun berselang, ia jadi pegawai tinggi di Depkes RI. Setelah diperbantukan sebagai Wakil Kepala National Training Centre (NTC) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

"Dokter Tjipto pensiun dari Depkes tahun 1972. Dia mendapat piagam penghormatan dari Presiden Soeharto dengan jabatan pensiunan pegawai Departemen Kesehatan RI. Jauh dari dunia intelijen," pungkasnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.