Beberapa negara hingga kini masih menghadapi pandemi Corona. Tiap negara pun memiliki cerita dan kisahnya masing-masing. Hal itu terungkap dalam diskusi teleconference tentang "Cerita Alumni di 6 Negeri Menghadapi Pandemi COVID-19".
Diskusi ini digelar Ikatan 6 Alumni Universitas Airlangga (IKA Unair) Komisariat Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) yang sedang studi di 5 negara. Yakni, Australia, Georgia, Thailand, Belgia dan Hungaria.
Diskusi itu diawali dari Indonesia oleh Tutut Indra Wahyuni SKM MKes yang kini menjabat sebagai Kasubdit Penyehatan Pangan, Direktorat Kesehatan Lingkungan, Kemenkes RI, Jakarta. Dia menceritakan bagaimana kesiapan DKI Jakarta menyiapkan pelaksanaan kebijakan PSBB dengan cepat dan harus diperhatikan selama pelaksanaan.
"Pemerintah DKI Jakarta juga mengajak komunitas di tingkat RT/RW dalam menanggulangi penyebaran COVID-19 dengan menyiapkan pedoman dan panduan teknisnya," kata Tutut dalam diskusi, Rabu (6/5/2020).
Cerita selanjutnya dari Australia oleh Andini Pramono SKM MKes yang tengah menempuh studi PhD di Australian National University, Canberra, Australia. Dia menceritakan bagaimana pemerintah Australia dan negara bagian Canberra merespon pandemi yang mendunia ini.
"Beberapa lesson learn yang cukup baik yaitu bagaimana respon cepat pemerintah Australia mengantisipasi COVIF-19, yakni dengan melakukan komunikasi efektif dan konsisten. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah cukup baik, didukung dengan tingkat literasi kesehatan masyarakat yang baik pula," jelasnya.
Adapun cerita dari Hungaria di Eropa Tengah yang disampaikan oleh Abdu Naf'an SKM (M.Sc in Public Health Student, University of Debrecen, Medical School, Hungaria). Di Hungaria sendri, kebijakan pembatasan disosialisasikan secara massif melalui iklan di TV, sosial media dan tansportasi umum.
Perjalanan Corona di Indonesia dari Sekuens yang Dipetakan Eijkman:
"Pembatasan aktivitas di Hungaria berkaitan dengan COVID-19 disertai dengan penerapan denda. Dampak sosial dan ekonomi juga terasa di Hungaria, PHK massal, beberapa industry hospitality juga terdampak, sekolah dan kampus juga dihentikan sampai batas waktu yang belum ditentukan," urainya.
Kemudian di negara Belgia, di Kota Ghent, Ratih Wirapuspita SKM MPH (PhD Student di Department of Public Health & Primary Care, Faculty of Medicine & Health Science, Ghent University, Belgia). Dia mengatakan denda diterapkan mulai dari uang hingga hukuman penjara selama 3 bulan hingga 2 tahun bagi yang melanggar kebijakan lockdown. Stigma dan diskriminasi tidak nampak di Ghent.
"Support dari masyarakat cukup baik, dengan saling memberikan bantuan, baik masker kain maupun donasi makanan dan finansial bagi para pelajar dan mahasiswa," ujar Ratih.
Sedangkan di Thailand oleh Budi Eko Siswoyo SKM MPH (PhD Student, Mahidol University, Salaya, Thailand|Researcher, International Project and Research Unit, Mekong Basin Disease Surveillance Foundation Bangkok-Thailand). Pemerintah Thailand menerapkan beberapa kebijakan, selain pembatasan (curfew) baik international dan domestic transmission.
"Pemerintah juga menyiapkan sistem pelayanan kesehatan COVID-19, kampanye hidup sehat, dan skema jaminan sosial dan ekonomi bagi masyarakat terdampak," katanya.
Cerita terakhir dari Negara Georgia oleh Argita Dyah Salindri SKM MPH (PHD Student, Georgia State University, Atlanta, USA) yang saat ini sedang studi di National Center for Tuberculosis and Lung Disease, Tbilisi, Georgia. Dia menceritakan, jika kasus pertama ditemukan pada 27 Februari 2020 (imported case) dan pada tanggal 28 Maret ditemukan kasus local transmission.
"Pada tanggal 21 Maret 2020 dinyatakan negara dalam kondisi darurat, yang diberlakukan sampai dengan 21 April 2020, namun diperpanjang sampai tanggal 22 Mei 2020. Dengan memberlakukan kebijakan pembatasan (nationwide curfew, regional lockdown and movement restriction) serta kampanye stay at home dan penggunaan masker," pungkasnya.