"Jadi grafik penambahan pasien positif COVID-19, juga yang dirawat karena COVID-19 harus turun. Secara stabil, bukan naik, turun, hilang, terus ada lagi, harus stabil turun," kata Joni kepada detikcom, Rabu (22/4/2020).
Joni menjelaskan grafik di 3 wilayah tersebut cenderung tidak stabil. Terkadang ada penambahan pasien positif dan tidak. Maka, dalam PSBB tindakan represif bisa digalakkan agar masyarakat bisa tertib dan mengurangi jumlah penyebaran virus.
"Yang harus kita ubah adalah metodenya. Karena selama ini melakukan kegiatan preventif kuratif, tracing, dengan grafik ini ada sesuatu yang tidak tepat, maka gubernur mengajukan PSBB," jelasnya.
"Saat PSBB kita akan melakukan tindakan represif. Hal itu sudah dibolehkan karena ada aturannya. Pemerintah daerah/kota harus menegaskan warganya untuk tidak bandel. Bisa kalau ada warga bandel nongkrong malam, bisa saja langsung diisolasi agar memberi efek jera, harus ada tindakan represif," imbuhnya.
Joni memprediksi jika semua berjalan baik dalam 2 minggu penerapan PSBB, maka angka pasien positif COVID-19 yang dirawat akan turun lebih dari 50 persen.
"Katakan hari ini ada 600 positif, yang dirawat 400. Maka PSBB targetnya nanti yang dirawat akan tersisa setengahnya. Memang belum untuk angka targetnya. Belum, masih dirundingkan ibu gubernur, tapi secara kuratif, targetnya minimal 50 persen dari yang dirawat harus selesai dan tidak ada penambahan pasien positif COVID-19 secara signifikan," katanya.
"Grafik harapannya stabil tidak naik lagi. Hingga tidak ada penularan. Virus ini berhenti kalau tidak ada yang menularkan. Grafik di Jatim memang belum stabil tetapi prediksi saya tampaknya (12/4) lalu angka yang paling tinggi untuk penambahan pasien positif," pungkas Joni.
PSBB Belum Efektif, Masih Banyak Kantor-Pabrik yang Bandel:
(iwd/iwd)