Meski Corona Mewabah, Warga di Blitar Tetap Unggahan Jelang Ramadhan

Meski Corona Mewabah, Warga di Blitar Tetap Unggahan Jelang Ramadhan

Erliana Riady - detikNews
Minggu, 19 Apr 2020 11:55 WIB
Di tengah pandemi Corona, tradisi unggahan atau munggahan tetap digelar di sebuah desa di Blitar. Namun selamatan tahun ini menyesuaikan dengan protap penanganan COVID-19.
Warga di Blitar menggelar unggahan jelang Ramadhan/Foto: Erliana Riady
Blitar -

Di tengah pandemi Corona, tradisi unggahan atau munggahan tetap digelar di sebuah desa di Blitar. Namun selamatan tahun ini menyesuaikan dengan protap penanganan COVID-19.

Yang tetap ada dan wajib dihidangkan yakni apem dan jenang sengkala. Unggahan selalu digelar masyarakat Jawa, sepekan menjelang Bulan Suci Ramadhan.

Seperti yang dilakukan warga Desa Karangbendo Kecamatan Ponggok, Hakam Solahudin. Sepekan sebelum bulan suci, keluarganya menyiapkan banyak masakan untuk unggahan. Namun ritual tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.


"Kalau biasanya mengundang tetangga terdekat datang ke rumah. Tapi karena ada Corona, saya hanya undang tetua yang biasa membacakan doa atau tukang ngujubne istilah Jawanya. Setelah dibacakan doa, baru makanan diantarkan ke tetangga," kata Hakam kepada detikcom, Minggu (19/4/2020).

Selain selamatan, unggahan juga merupakan media berkirim doa bagi para leluhur yang telah meninggal dunia. Karenanya usai unggahan, biasanya diteruskan dengan ziarah kubur.

Makanan yang wajib ada dalam unggahan yakni apem. Menurut Hakam, kata apem ternyata berasal dari Bahasa Arab yaitu afuan atau afuwwun yang memiliki arti ampunan. Secara tidak langsung, apem merupakan sebuah simbol bagi masyarakat Jawa untuk meminta ampunan. Harapan-harapan agar diampuni dari segala kesalahan dan dosa.


"Simbol unggahan itu apem. Filosofinya minta ampunan. Karena unggahan itu kita munggah (naik) ke Gusti Allah, meminta ampunan sebelum menjalankan ibadah puasa selama sebulan," terang Ketua Bawaslu Kabupaten Blitar ini.

Tak hanya apem, mereka yang punya hajat lain sebelum bulan puasa, kerap menambahkan jenang sengkala (bubur merah putih) dan pisang saat membagikan ke para tetangga. Doa khusus jenang sengkala dan pisang ini terselip dalam doa unggahan.

Jenang sengkolo lebih dikenal sebagai jenang abang atau jenang abang puteh. Kata sengkolo berasal dari kata morwakala yang berarti menghilangkan balak. Selain itu, penamaannya berdasarkan warna makanan ini. Berbahan dasar beras yang dimasak dengan menggunakan campuran gula merah dan santan.


Jenang sengkolo diartikan sebagai suatu kesatuan. Melambangkan komponen kehidupan manusia tidak lepas dari peran kedua orang tua sebagai perantara kehadiran manusia ke dunia. Tidak lupa peran alam sebagai penopang hidup.

Keluarga Elly di Kota Blitar, membagikan jenang sengkala ini ketika unggahan. Karena bertepatan dengan hari kelahirannya atau weton dalam istilah Jawa.

"Ini tradisi yang diajarkan ibu saya. Biasanya tiap bulan bikin, pas weton. Karena kebetulan barengan sama unggahan, jadi sekalian bikin untuk dibagikan ke tetangga," ungkap staf di Perpusnas Bung Karno ini.

Halaman 2 dari 2
(sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.