Lamanya proses penentuan pasien positif atau negatif Corona dikeluhkan rumah sakit. Sebab itu dinilai menjadi penyebab borosnya Alat Pelindung Diri (APD) tenaga medis.
"Sebenarnya seluruh rumah sakit di Indonesia rasanya sudah cukup dalam persiapannya. Yang menjadikan kurang itu karena saat ini terjadi pemborosan APD," kata Direktur RSUD dr Iskak Tulungagung, dokter Supriyanto, Selasa (14/4/2020).
Padahal menurutnya, dari hasil pemeriksaan laboratorium sebagian besar pasien berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dinyatakan negatif. Sehingga jika proses penentuan status pasien bisa dilakukan lebih cepat, maka tim medis bisa melakukan penghematan APD dan tidak sampai menimbulkan kelangkaan.
"Kalau sejak dini sudah bisa diketahui statusnya negatif kan bisa irit APD, karena kita tidak perlu pakai," imbuhnya.
Ia mencontohkan, tim medis RSUD dr Iskak pernah melakukan penanganan selama dua pekan terhadap salah satu PDP yang memiliki penyakit kronis. Sehingga kebutuhan APD cukup banyak dan menelan anggaran hingga puluhan juta rupiah.
"Dua minggu petugas pakai APD level tiga, karena sakitnya (pasien) cukup parah, petugas sering keluar masuk ruang isolasi. Dua minggu tersebut kami habis sekitar 50 juta hanya untuk biaya APD," jelasnya.
Direktur RSUD dr Iskak Tulungagung ini manambahkan, untuk mempercepat proses penentuan pasien negatif atau positif virus Corona, seharusnya pemerintah pusat memberikan akses kepada rumah sakit di daerah yang memiliki peralatan dan tenaga ahli yang mumpuni untuk melakukan uji laboratorium.
"Seperti RSUD dr Iskak sini, sebetulnya mampu secara peralatan dan tenaga untuk melakukan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reactiontapi). Kendalanya kita tidak memiliki reagen-nya. Seharusnya akses ini yang dibuka, sehingga pemeriksaan bisa lebih cepat," pungkas Supriyanto.