Pembangunan kolam pemancingan ikan di sebelah timur Situs Petirtaan Suci Majapahit Jombang terus berlanjut. Padahal arkeolog menilai, aktivitas itu mengganggu kajian situs purbakala yang belum tuntas.
Sampai hari ini, Pemkab Jombang belum juga turun tangan. Kolam pancing itu milik pengusaha lokal Desie Retnowardhani, warga Desa Badang, Kecamatan Ngoro, Jombang. Pembangunan kolam pancing di atas lahan pertanian milik Desie dengan luas sekitar 1.400 meter persegi di Dusun Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro. Jaraknya hanya sekitar 6 meter di sebelah timur Situs Petirtaan Suci Majapahit.
Sawah yang digali untuk kolam pancing sekitar 20 x 30 meter persegi. Kolam pancing dibuat dengan kedalaman sekitar 1 meter. Saat ini pembangunan kolam pada tahap pembuatan pagar menggunakan ranting-ranting pohon. Pagar alami itu dibuat mengelilingi lahan milik Desie.
"Saat ini pembangunan pagar dari ranting-ranting kayu buat ngamanin ikannya supaya tidak hilang, juga supaya bagus nantinya. Kemarin saya ke sana anak-anak masih mengerjakan ranting di sisi utara, yang sebelah barat sudah separuh," kata Desie saat dikonfirmasi detikcom, Rabu (4/3/2020).
Sampai hari ini, lanjut Desie, belum ada petugas dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang yang datang menemuinya. Padahal pekan lalu, Kepala Disdikbud Agus Purnomo menyatakan akan datang ke situs Sumberbeji untuk menyampaikan imbauan ke Desie dan pemilik lahan di sekitar situs agar menghentikan aktivitas yang berpotensi mengganggu kajian Situs Petirtaan Suci Majapahit.
"Belum ada dari Dinas yang menemui saya. Hanya istilahnya saya sudah izin ke desa," ungkapnya.
Desie pun keberatan jika disebut mengganggu kajian situs di Dusun Sumberbeji. Dia berdalih 3 bongkahan struktur dari bata merah kuno yang ditemukan saat proses penggalian kolam pancing, berasal dari tanah bekas ekskavasi yang ditimbun di sawah miliknya.
"Tidak ada yang aku ganggu maupun aku rugikan. Malah tanahku yang berbulan-bulan mangkrak karena dipakai membuang tanah dari situs Sumberbeji. Tidak ada izin sebelumnya dan tidak ada pertanggungjawaban dari desa," terangnya.
Simak Video "Begini Rekayasa Lalin Saat Pembangunan Simpang Susun Tol Cisumdawu"
Kepala Disdikbud Kabupaten Jombang Agus Purnomo mengakui sampai hari ini belum sempat datang ke situs Sumberbeji karena sedang banyak kegiatan dinas. Padahal saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (28/2), dia berencana turun ke lapangan untuk menyampaikan imbauan ke warga pemilik lahan di sekitar situs. Termasuk juga ke pemilik kolam pancing.
"Paling tidak kami ingin memberikan imbauan ke pemilik tanah di sekitarnya Sumberbeji Jangan sampai kanan kirinya terpengaruh (pembangunan kolam pancing) lalu ikutan," jelasnya.
Agus berpendapat, pembangunan kolam pancing di lahan Desie belum mendesak untuk dihentikan. Karena menurut dia, sampai saat ini belum ada temuan struktur cagar budaya di lahan kolam pancing.
Namun saat disinggung adanya temuan 3 bongkahan struktur dari bata kuno saat penggalian kolam pancing milik Desie, Agus menyatakan akan lebih dulu mengeceknya.
"Ya nanti kami lihat dulu. Yang jelas di situ (situs Sumberbeji) sudah ada jupel-jupel (juru pelihara) yang mengawasi. Kalau dianggap urgent, harus kami tindaklanjuti secepatnya. Sementara ini belum urgent," tandasnya.
Sebelumnya Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim Wicaksono Dwi Nugroho meyakini situs Sumberbeji berupa kompleks petirtaan menyerupai taman sari dengan sejumlah bangunan pendukung di sekitarnya. Struktur yang sejauh ini berhasil di-ekskavasi hanya bagian utama dari kompleks Petirtaan Suci Majapahit.
"Kebanyakan kajian terhadap situs petirtaan berhenti di bagian utamanya saja, seperti Candi Tikus di Trowulan, Mojokerto. Tidak dikaji sebagai sebuah kompleks atau taman sari. Maka kami upayakan situs Sumberbeji sebagai perwakilan petirtaan yang mempresentasikan petirtaan yang utuh," terangnya.
Wicaksono menjelaskan, tahun ini ekskavasi situs Sumberbeji akan dilanjutkan. Penggalian arkeologis akan difokuskan pada bagian tengah petirtaan untuk menampakkan semua lantainya.
Agar bisa menggali lantai petirtaan, pihaknya harus lebih dulu menormalisasi saluran buang petirtaan. Saluran tersebut ditemukan di sebelah timur yang mengarah ke kolam pancing milik Desie.
Kolam pancing itu hanya sekitar 6 meter dari situs. Menurut Wicaksono, pembangunan kolam pancing tersebut mengganggu kajian Situs Petirtaan Suci Majapahit. "Aktivitas berat di sekitarnya, seperti pembuatan kolam pancing terindikasi berdampak terhadap keberadaan cagar budaya di Sumberbeji," tegasnya.
Terlebih lagi dalam proses penggalian kolam pancing ditemukan 3 bongkahan struktur dari bata merah kuno. Oleh sebab itu, Wicakno berharap Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jombang serta Pemerintah Desa Kesamben menghentikan pembangunan kolam pancing tersebut.
"Maka sangat penting untuk menjaga keaslian lahan di sekitarnya. Tapi sekali lagi terserah Pemkab. Kalau itu dipahami (petirtaan Sumberbeji berupa kompleks taman sari), maka aktivitas di samping situs berpotensi berada di dalam kompleks petirtaan secara lebih besar," tandasnya.
Dua tahap ekskavasi tahun lalu berhasil mengungkap bangunan petirtaan suci Majapahit seluas 20 x 17 meter persegi. Rata-rata ketebalan dinding kolam purba ini mencapai 80 cm. Kedalaman petirtaan mencapai 2 meter dengan lantai berupa tatanan bata merah kuno.
Petirtaan ini dibangun dan digunakan oleh keluarga raja untuk menyucikan diri. Hanya saja tahun pembangunannya sampai saat ini belum bisa dipastikan. Para arkeolog baru mendapatkan petunjuk berupa temuan pecahan keramik dari Dinasti Yuan dan Song di Tiongkok sekitar abad 10-12 masehi. Kolam kuno ini diperkirakan dibangun sejak Kerajaan Kediri, lalu digunakan sampai masa Majapahit.
Petirtaan Sumberbeji diyakini menjadi bagian dari kota raja. Karena terdapat temuan struktur purbakala di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngoro dan di Dusun Kedaton, Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek. Situs Sugihwaras berupa struktur dari bata merah yang memanjang.
Situs di Dusun Kedaton juga berupa struktur dari susunan bata merah. Bagian yang sudah nampak sepanjang 11 meter. Bangunan ini membentang dari selatan ke utara. Tingginya 1,3 meter atau terdiri dari 25 lapis bata merah. Setiap bata penyusunnya mempunyai dimensi 32 x 18 x 5 cm.
Situs ini berjarak sekitar 100 meter dari situs Sugihwaras. Baik situs Kedaton maupun Sugihwaras diduga sisa-sisa keraton Majapahit dari abad 14 masehi. Kedua bangunan kuno ini berada sekitar 3,8 km di sebelah utara Petirtaan Suci Majapahit di Sumberbeji.