Kota Surabaya telah memiliki Perda 4/2017 tentang pedoman pembentukan RT, RW, dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK). Pasal 30 ayat 2 telah diatur, pelaksanaan pungutan bagi masyarakat oleh RT dan RW dinyatakan berlaku setelah terlebih dulu mendapat evaluasi dari lurah.
"Munculnya peraturan pungutan yang mencantumkan kata 'nonpribumi' di RW 3 Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri, semestinya tidak perlu terjadi jika Lurah Bangkingan menyadari secara menyeluruh Perda 4/2017. Dan Lurah menggunakan kewenangannya untuk melakukan pengawasan atas pungutan bagi masyarakat oleh RT dan RW sebelum peraturan diberlakukan," kata Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono, Rabu (22/1/2020).
Dia berharap seluruh lurah di Kota Surabaya menyadari kewenangannya dalam pengawasan pungutan RT/RW di wilayahnya, sehingga tidak terjadi ketelanjuran seperti peraturan RW 3 Kelurahan Bangkingan.
"Kita sepakat menjaga Kota Surabaya yang toleran, tidak diskriminatif, tidak rasis. Terlebih Wali Kota Surabaya Bu Risma, DPRD, dan semua komponen masyarakat sangat aktif mengampanyekan pentingnya hidup berdampingan secara damai," tambahnya.
Pencantuman kata 'pribumi' dan 'nonpribumi' dalam peraturan warga, jelas dia, merupakan pembedaan yang diskriminatif. Itu bertentangan dengan UU 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
"Saya telah mendapat laporan bahwa pengurus kampung RW 3 Kelurahan Bangkingan segera menyadari kekeliruan tersebut. Dan mereka telah mencabut peraturan RW tentang pungutan warga yang mencantumkan kata 'nonpribumi'. Pembatalan itu dituangkan dalam resume rapat, yang ditulis tangan dan ditandatangani bersama para pengurus kampung," tegasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini